Page 310 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 310

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                               Sehari setelah siaran konsul-konsul asing kami menutup
                        Pemancar  Radio  Pemberontakan  di  Surabaya.  Perlengkapan
                        pemancar  disimpan    di  sebuah  gang  tersembunyi  letaknya.
                        Kemudian  aku  berangkat  menuju  Bangil,  Radio  Pemberontak
                        berkumandang    di  udara  dengan  siaran-siaran  bahasa  Inggris.
                        Demikian pengakuan Ktut Tantri.
                               Suara  Bung  Tomo  setiap  malam  terdengar  melalui
                        pemancar  rahasia  di  Malang.  Sekali  atau  dua  kali  dalam
                        seminggu  dia  datang  ke  Bangil  untuk  bersama-sama  dengan
                        kami mengadakan siaran. Radio Pemberontakan adala pemancar
                        kepunyaan  barisan  rakyat,  pejuang  gerilya,  berlainan  dengan
                        radio  resmi  Republik  Indonesia  -  yang  berkedaulatan  di  jogya,
                        kota  tempat  kedudukan  Presiden  Sukarno  dan  pejabat  tinggi
                        lainnya  setelah  meninggalkan  Jakarta  ketika  diduduki  Inggris  -
                        dan   pemanca     di   Solo.   Radio   Pemberontakan    kami
                        menyampaikan beberapa stasion  yang tersebar di pegunungan
                        Jawa Timur.
                                   72
                        Selain  terjadi  pertempuran  antara  rakyat  Indonesia  melawan
                tentara  Sekutu,  peperangan  juga  terjadi  lewat  pemancar  radio  antara
                Radio Pemberontakan melawan perang urat syaraf `yang dilakukan oleh
                pihak  musuh  dengan  melancarkan  propaganda  busuk  terhadap
                Republik Indonesia, Selanjutnya Tantri mengisahkan,

                                ―  …  Setiap  malam,  setelah  selesai  siaran,  kami
                        mendengarkan  pemancar  yang  berada  di  bawah  pengawasan
                        Belanda di Jakarta dan Bandung. Pusat perhatian terutama kami
                        tujukan  pada  pemancar-pemancar  tidak  resmi,  karena  dari
                        pemancar  inilah  dilancarkan  propaganda  palsu  menentang
                        Republik Indonesia.
                               Pada suatu malam dengan takjub aku mendengar siaran
                        yang  menjanjikan  hadiah  limapuluh  ribu  gulden  kepada
                        seseorang  yang  dapat  menyerahkan  Ktut  Tantri  ke  markas
                        tentara Belanda di Surabaya, atau ke tempat lain yang berada di
                        bawah  pengawasan  Belanda.  Siaran  ini  menarik  perhatian
                        kawan-kawan  yang  sama-sama  mendengarkan  denganku.
                        Biasanya  kami  tidak  merepotkan  diri  untuk  menjawab  siaran
                        Belanda,  kecuali  jika  ada  hal  yang  sungguh-sungguh  perlu
                        ditangkis.  Tapi  kali  ini  kami  merasa  geli.  Aku  berkumbang  di



                298
   305   306   307   308   309   310   311   312   313   314   315