Page 352 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 352
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
17
yaitu pada tanggal 1 September 1945. Demikian pula kondisi yang
dialami raja-raja dari sembilan swapraja di Flores. Mereka belum sempat
menentukan sikapnya merespons berita proklamasi, seluruh pulau
18
sudah dikuasai oleh Sekutu.
Respons raja-raja di delapan swapraja di Bali terhadap berita
proklamasi menunjukkan tiga sikap, yaitu mendukung, reaksioner dan
moderat. Sejak tersebarnya berita proklamasi, raja-raja di delapan
swapraja di Bali merespons antusias dan menyatakan dukungannya
kepada Republik. Raja Badung di keraton Denpasar adalah seorang
Republikan yang penuh semangat. Dia bahkan tidak menyesal ketika
harus melepaskan kedudukannya sebagai raja karena dicopot oleh
pemerintah NICA pada April 1946. Kedua putranya yang bernama Cok.
Ngurah Agung dan Cok. Bagus Agung terlibat aktif dalam KND dan
BKR/TKR di swapraja Badung. Sikap serupa dimiliki pula oleh raja
Jembrana yang dikenal sebagai nasionalis moderat karena posisinya
dipengaruhi oleh sikap putranya, A.A. Bagus Sutedja, seorang pemimpin
pemuda pejuang yang terpandang di daerahnya.
19
Raja Buleleng, A.A. Nyoman Pandji Tisna, yang ditunjuk sebagai
raja pada tahun 1941, lebih condong kepada metode parlementer yang
damai daripada cara-cara revolusioner kebanyakan pemuda untuk
mencapai cita-cita perjuangan kemerdekaan. Sikapnya yang
parlementaris damai secara konsisten ditempuhnya selama karier
politiknya di parlemen sebagai anggota perlemen NIT sampai tahun
1949, menjadi anggota DPR RIS (1949-1950) dan anggota DPR RI sejak
20
17 Agustus 1950.
Dua raja, Cokorda Ngurah Gede dari Tabanan dan A.A. Ngurah
Putu dari Karangasem, menggelar rapat umum yang dihadiri sekitar
5.000 orang dan keduanya adalah raja-raja yang menyatakan diri
mendukung pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 11 Oktober
1945. Deklarasi itu muncul keran rasa tidak aman saat harus
berhadapan dengan mobilisasi pendukung Republikan, daripada
komitmen yang kuat untuk mendukung Republik. Karena itu, sikap
mereka berbalik ketika Sekutu dan Belanda NICA hadir kembali di Bali.
21
Raja Gianyar merespons dengan sikapnya yang bangga terhadap
kelahiran pemerintah Republik di daerah, yang diisi oleh dua tokoh teras
yaitu Mr. I Gst. Ketut Pudja sebagai Gubernur Sunda Kecil dan I.B.
22
Putera Manuaba sebagai Ketua KND Sunda Kecil. Akan tetapi, setelah
340