Page 84 - Microsoft Word - Lestari_Modul Ajar MK_Tanpa Kunci Jawaban
P. 84

84




                        Sejarah adalah suatu peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, yang
                  merupakan bagian dari kehidupan manusia, sejarah itu diisi tergantung pada

                  pembuat  sejarah  apakah  diisi  dengan  tinta  sejarah  yang  bermanfaat  atau

                  sebaliknya.  Hingga  sampai  saat  ini  pun  sebenarnya  kita  juga  sedang
                  membuat sejarah tentang kehidupan kita untuk generasi penerus kita baik

                  itu untuk anak dan cucu kita dan semua orang yang terlibat dalam aktivitas
                  kehidupan  kita.  Secara  tidak  langsung  kita  ada  pada  saat  ini  merupakan

                  sejarah dari orang tua kita, orang tua kita ada dari orang tua kita sebelumnya

                  dan begitulah seterusnya.
                        Kegiatan  belajar  ini  menyajikan  sejarah  pendidikan  Indonesia  pada

                  zaman Purba hingga zaman Pemerintahan Kolonial Belanda. Kajian sejarah

                  pendidikan ini meliputi dua hal pokok, yaitu latar belakang sosial budayanya
                  dan implikasinya terhadap pendidikan.



                  B.  Pendidikan Zaman Purba s.d. zaman Kolonial Belanda


                  1.  Zaman Purba

                         Latar  belakang  sosial  budaya.  Setiap  masyarakat  pasti  memiliki
                  kebudayaan,  kebudayaan  yang  berkembang  dalam  masyarakat  nenek

                  moyang bangsa Indonesia pada zaman Purba disebut kebudayaan paleolitik.

                  Adapun  kebudayaan  pada  kurang  lebih  1500  tahun  SM  yang  lalu  disebut
                  kebudayaan neolitik.

                         Kebudayaan  masyarakat  pada  zaman  purba  tergolong  kebudayaan
                  maritim.  Kepercayaan  yang  dianut  masyarakat  antara  lain  animisme  dan

                  dinamisme.  Masyarakat  dipimpin  oleh  oleh  ketua  adat.  Namun  demikian

                  ketua adat dan para empu (pandai besi dan dukun yang merupakan orang-
                  orang  pandai)  tidak  dipandang  sebagai  anggota  masyarakat  lapisan  tinggi,

                  kecuali ketika mereka melaksanakan peranannya dalam upacara adat atau

                  upacara ritual, dll. Sebab itu, mereka tidak memiliki stratifikasi sosial yang
                  tegas,  tata  masyarakatnya  bersifat  egaliter.  Adapun  karakteristik  lainnya

                  yakni bahwa mereka hidup bergotong-royong.
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89