Page 86 - Microsoft Word - Lestari_Modul Ajar MK_Tanpa Kunci Jawaban
P. 86
86
Ksatria, Waisa, Syudra, dan Paria. Sekalipun stratifikasi sosial semacam itu
tidak berlaku secara menyeluruh dan tegas di dalam masyarakat kita (misal:
bagi penganut animisme, dinamisme dan Budha yang juga telah ada saat itu),
namun batas pemisah kelas sosial antara yang dijamin dan yang menjamin
tampak jelas. Menurut para ahli, paling lambat pada abad ke 5 Masehi telah
dimulailah zaman sejarah di negeri kita. Hal ini ditandai dengan
ditemukannya tulisan tertua (tulisan huruf Palawa bahasa Sansekerta) oleh
para ilmuwan sejarah di dekat Bogor dan Kutai. Pendidikan. Pendidikan pada
zaman ini, selain diselenggarakan di dalam keluarga dan didalam kehidupan
keseharian masyarakat, juga diselenggarakan di dalam lembaga pendidikan
yang disebut Perguruan (Paguron) atau Pesantren. Hal ini sebagaimana telah
berlangsung di kerajaan Tarumanegara dan Kutai. Pada awalnya yang
menjadi pendidik (guru atau pandita) adalah kaum Brahmana, kemudian
lama kelamaan para empu menjadi guru menggantikan kedudukan para
Brahmana. Terdapat tingkatan guru: pertama, guru (perguruan) keraton, di
sini yang menjadi murid-muridnya adalah para anak raja dan bangsawan;
kedua adalah guru (perguruan) pertapa, di sini yang menjadi murid-muridnya
berasal dari kalangan rakyat jelata. Namun demikian para guru pertapa juga
biasanya selektif dalam menerima seseorang untuk menjadi muridnya. Ini
antara lain merupakan implikasi dari feodalisme yang berkembang saat itu.
Pendidikan bersifat aristokratis, artinya masih terbatas hanya untuk
minoritas yaitu anak-anak kasta Brahmana dan Ksatria, belum menjangkau
masyarakat mayoritas, yaitu anak-anak kasta Waisya dan Syudra, apalagi
bagi anak-anak dari kasta Paria. Pada zaman ini pengelolaan pendidikan
bersifat otonom, artinya para pemimpin pemerintahan (para raja) tidak turut
campur mengenai pengelolaan pendidikan, pengelolaan pendidikan bersifat
otonom di tangan para guru atau pandita.
Tujuan pendidikan pada umumnya adalah agar para peserta dididik
menjadi penganut agama yang taat, mampu hidup bermasyarakat sesuai
tatanan masyarakat yang berlaku saat itu, mampu membela diri dan
membela negara. Kurikulum pendidikannya meliputi agama, bahasa
sansekerta termasuk membaca dan menulis (huruf Palawa), kesusasteraan,
keterampilan memahat atau membuat candi, dan bela diri (ilmu berperang).