Page 102 - Tenggelamnya Kapal
P. 102

Surat yang ketiga.


               Sahabatku Khadijah!

               Sejak menjejak tanah Jawa, sesudah menyatakan bahwa saya telah sampai bersama suami
               saya dengan selamat, belum pernah saya lagi berkirim surat, sudah hampir 3 bukn lamanya.
               Heran tercengang engkau agaknya, apakah sebab saya, yang serajin itu selama ini menulis,
               sekarang terhenti saja, padahal banyak keadaan-keadaan di tanah Jawa, keindahan alam,
               kecantikan kota yang patut diterangkan kepadamu

               Tertahan-tahun saya menulis sekali ini. Tetapi ada satu perasaan yang menyatakan hati saya
               menerangkannya, yaitu persahabatan kita, bukan pertalian ipar bisan kita:
               Khadijah! Bagaimana namanya saya ini? Mengapa seakan-akan onang yang karam masuk laut
               saya rasanya, tidak akan timbul-timbul lagi, setelah menjejak tanah Jawa ini?
               Sebelum melangkahkan kaki masuk kapal di pelabuhan Teluk Bayur, darahku berdebar-debar,
               seakan-akan ada bahaya yang akan kutempuh. Tetapi perasaan itu saya tekankan saja.
               Sekarang telah timbul hal-hal yang menyebabkan debar darah itu kembali terasa. Yaitu entah
               apa sebab karenanya, jauh berbeda perangai suamiku dari dahulu, seketika mula-mula kawin.
               Saya masih ingat, lebih kurang setengah tahun kami di Padang, hidup bersuka ria, ke mana
               suamiku ke sana saya. Tetapi sekarang bila dia pulang dari pekerjaan, senyumnya tidak seperti
               senyum yang dahulu lagi, sudah nampak dibuat-buatnya. Saya tidak pula berani menyangka
               bahwa hatinya telah berubah terhadap diriku itu sekali-kali tidak. Cuma saya hendak
               menegaskan, bahwa harga pemandangannya kepadaku telah banyak berbeda. Jika di masa
               yang lalu, duduk di dekatku menjadi kesenangannya, atau berjalan berdua memakan angin sore
               menjadi kenikmatan hidup kami, sekarang telah bertukar. Duduk di rumah dia gelisah, larut
               malam baru dia pulang. Saya tak cemburu kepadanya. Dan katanya pula, dia berjalan
               menziarahi handai tolan, sahabat dan kenalan. Kalau dia menjawab demikian, saya cukup
               percaya.
               Yang saya herankan pula, jika semasa kami tinggal di Padang, gaji yang diterimanya mencukupi
               untuk hidup kami, sekarang tidak lagi. Sudah kerap kali kami kekurangan, sudah kerap kali kami
               mengeluh lantaran belanja tak mencukupi, padahal gaji jauh lebih naik dari di Padang. Akan
               kukatakan bahwa hal itu lantaran harga makanan terlalu mahal di Surabaya, itu pun tidak pula;
               penghidupan tidak berapa berbeda dari di kampung kita.
               Kalau bukan mengingat bahwa engkau sahabatku, haram saya berani menyatakan ini kepada
               saudara perempuan suamiku. Tetapi saya kenal kejujuran hatimu kepadaku, say kenal engkau
               pengasih dan penyantun. Pembicaraanmu amat berpengaruh kepadanya, itulah sebab saya
               sampaikan. Dan ketahuilah olehmu sahabat, bahwasanya kasih sayangku sedikit pun tak
               berubah kepadanya. Jika kiranya dia lupa, biarlah dia kembali sadar. Marilah kita perbaiki
               bersama-sama.


                                                                                                      Hayati.



               Balasan Khadijah.
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107