Page 106 - Tenggelamnya Kapal
P. 106
Hanya sebentar, sekejap mata saja kelihatan perobahan muka Zainuddin melihat kedua suami
isteri itu, setelah itu hilang tak kelihatan lagi, hilang di dalam senyumannya yang manis.
"Oh ..... tuan Aziz! Dan...... Rangkayo Hayati! Sudah lama tinggal di kota Surabaya ini?"
tanyanya sambil membungkukkan kepalanya memberi hormat.
"Baru 3 bulan" jawab Aziz!
"Ajaib, sekian lama di Surabaya, baru sekali ini kita bertemu." [168]
"Kami pun tidak menyangka," jawab Aziz, "baliwa pengarang temama, ahli tonil yang selain jadi
buah mulut orang lantaran tulisan-tulisannya yang berarti itu adalah sahabat kami, tuan Z."
"Shabir!" katanya menukas pembicaraan itu. "Tidak ada lagi nama yang lama, karena kurang
cocok dengan diri saya. Nama Shabir lebih cocok, bukan?" katanya sambil tersenyum.
"Semua nama cocok buat orang sebagai tuan," sahut Aziz pula!
"Akur ....." kata anggota-anggota lain yang dari tadi tegak tersenyum melihat kedua orang itu
bercengkerama.
"Sekarang saya kenalkan tuan-tuan kepada sahabat saya Aziz dan isterinya Rangkayo Hayati,
dari Padang Panjang," ujar Zainuddin kepada teman-temannya.
Maka terjadilah perkenalan di antara orang-orang itu. Mulai sejak malam itu Aziz dan Hayati
telah menjadi anggota dari "Club Anak Sumatera."
Zainuddin, memang bukan Zainuddin yang dahulu lagi. Cahaya mukanya yang sekarang adalah
lebih jemih, pakaian yang divakainya lebih mahal dan gagah dari dahulu. Meski pun mukanya
tidak cantik, tetapi cahaya ilmu, pengalaman, penanggungan, cahaya seni, semuanya telah
memberinya bentuk yang baru ....
Pergaulan dalam kota Surabaya pun telah luas, terutama dalam kalangan kaum pergerakan,
dalam kalangan kaum pengarang, wartawan-wartawan, pemimpin-pemimpin rakyat. Tiap-tiap
rembukan yang mengenai kepentingan bangsa, menolong orang yang sengsara, pekerjaan
amal, senantiasalalt Zainuddin, atau Shabir jadi ikutan orang banyak. Dan Muluk adalah
sahabatnya yang setia........