Page 105 - Tenggelamnya Kapal
P. 105
Surat-surat itu sehabis dibacanya, mula-mula hendak dilipatnya saja. Tetapi seketika
diletakkannya, Hayati mengambil den dibacanya pula. Di akhirnya dia berkata: "Bawa adinda
sekali ini, kanda?"
"Ah, percuma pergi, tidak menarik kalau cuma tonil bangsa kata, permainannya kurang halus,
bukan seperti tonil Belanda!"
"Meski pun begitu, yang sekali ini bawalah adinda. Adinda hendak berkenalan dengan
perempuan-perempuan orang kita yang ada di sini."
Tak ada alasan lagi bagi Aziz hendak menolak permintaan isterinya. Sehingga setelah kira-kira
pukul 7 malam bersiaplah mereka berdandan dengan pakaian yang rapi, hendak hadir ke
pertunjukan itu.
Mereka terlambat datang, mereka dapati permainan telah berjalan kira-kira 15 menit. Gedong
Club itu penuh sesak oleh penonton.
Titel cerita ialah "Berbalik Pulang" suatu hikayat yang mengandung banyak pengajaran dan
ibarat, bagaimana seorang anak muda yang terlalu menurutkan angan-angan, menyangka
bahwa perempuan yang dicintainya itu sesuci-suci dan secantik-cantik perempuan yang ada
dalam dunia. Kemudian baru dia insaf bahwa dia tertipu, bahwa antara khayal dengan hakikat
itu selalu berlawanan. Dia insaf, dia kembali pulang, pulang ke dalam ketenteramannya.
Jalan cerita amat halus, meresap ke dalam hati, meskipun hikayatnya begitu hebat, tetapi kerap
terjadi dalam masyarakat. Apalagi pemain-pemainnya pun pandai membawakan peranan
masing-masing.
Selama permainan berjalan, tak kurang-kurang pujian orang kepada pengarangnya. Penulis "Z,"
tuan Shabir, jadi buah tutur penonton. Sehabis pertunjukan, yang telah dapat memakukan pe
nonton kepada kursi masing-masing kedengaranlah suara tepuk tangan yang riuh dalam
gedong itu, memuji jalan cerita. Beberapa pengurus rnenunggu tuan Shabir turun daii belakang
layar tonil, yang dari permulaan sampai penghabisan mengatur jalan cerita dengan asyik dan
hati-hati sekali. Mereka bertungguan, hendak menyampaikan ucapan "selamat." Aziz pun
tertarik dengan [167] hikayat itu. Demikian juga Hayati. Sukar orang yang dapat
mempertunjukkan suatu cerita yang halus dan mengandung kesenian demikian. Tiba-tiba
muncullah pengarang muda itu dari tonil, dia turun ke bawah, diiringkan oleh pemain-pemain
disambut oleh pengurus-pengurus yang menunggu kedatangannya itu, dengan tepuk tangan
riuh.
Zainuddin yang telah menukar namanya dengan Shabir!
Dihadapinya orang-orang yang menungguinya itu dengan muka yang tenang dan penuh
senyuman. Lenggang badannya, raut mukanya, jernih keningnya, semuanya telah berobah,
bukan Zainuddin yang penyedih hati yang dahulu lagi, tetapi Zainuddin yang sabar, yang
tenang, cocok dengan namanya yang baru ...... Shabir!
Dengan senyum disambutnya tangan yang diulurkan orang kepadanya, dipeganpya dan
digoyangnya dengan penuh rasa hormat. Tiba-tiba sampailah kepada Aziz dan Hayati.
Muka Hayati pucat sebentar, darahnya tersirap. Dia hendak melihat bagaimanakah bentuk rupa
Zainuddin seketika menentang mukanya dan muka suaminya. Sebab dia ingat betul bagaimana
kesedihan anak muda ini seketika menjabat tarigannya yang telah berinai beberapa tahun yang
lalu, yang membawa sakitnya.