Page 97 - Tenggelamnya Kapal
P. 97
17. JIWA PENGARANG
KATA setengah orang ilmu mengarang itu diperdapat lantaran dipelajari; diketahui nahwu dan
saraf bahasa dan dibaca karangan pujangga-pujangga lain dan menirunya, bisa orang menjadi
penga rang. Banyak diperbuat orang aturan mengarang, mesti begini, mesti bagitu, tak boleh
salah. Tetapi bilamana kita lihai karangan pujangga yang sejati senantiasa berlain susunannya
dengan lain pujangga. Seorang pengarang, bilamana dibaca orang karangannya, orang tertarik
dengan kesulitan bahasa yang dipakainya. Yang lain pula, bahasanya tidak begitu
diperdulikannya, kadang-kadang menyalaN kepada kebiasaan orang lain, bahkan menyalahi
nahwu dan saraf yang terpakai pada lazim, tetapi lebih enak orang membaca karangan itu.
Di tanah Indonesia ini, umur kesusasteraan belum lagi tinggi. Perhatian orang untuk
memperindah bahasa negerinya masih baru. Sebab itu amat sulit jalan yang ditempuh oleh
pengarang. Belum banyak orang yang kenal kepada buah penanya.
Zainuddin! ................
Ditinggalkannya pulau Sumatera, masuk ke tanah Jawa, medan perjuangan penghidupan yang
lebih luas. Sesampai di Jakarta, disewanya sebuah rumah kecil di suatu kampung yang sepi,
bersama sahabatnya Muluk. Dari sanalah dicobanya menyudahkan karangan-karangannya yang
terbengkalai, terutama di dalam bahagian hikayat. Dikirimnya kepada surat-surat kabar harian
dan mingguan. Rupanya karangan-karangannya itu mendapat tempat yang baik, karena halus
susun bahasanya, dan diberi orang [155] honorarium meskipun kecil. Lantaran penerimaan
orang yang demikian, hatinya bertambah giat dan semangatnya makin bangun. Sehingga di
dalam masa yang belum cukup setahun, karangan-karangannya telah banyak tersiar. Tiap-tiap
hari sabtu keluarlah cerita-cerita yang dikarangkan oleh letter "Z," yang amat menarik hati itu.
Kalau pada suatu ketika dicobanya menghentikan mengirim karangan-karangannya, maka
datanglah surat hopredaktur meminta karangan yang baru, karena langganan-langganan telah
mendesak, mengapa minggu yang lalu tak ada karangan dari letter "Z." Jika dahulu dia sendiri
yang pergi ke kantor surat kabar mengantarkannya, diterima dengan dibolak balik lebih dahulu;
sekarang redaksi surat kabar itulah yang datang merninta karangan kepadanya. Beberapa
mingguan dan harian memberikan honorarium yang pantas. Bahkan dalam masa yang -tidak
lama kemudian, direktur dari satu surat kabar harian telah datang ke rumahnya menawarkan
pekerjaan menjadi redaksi dalam surat kabar itu, spesial mengatur. ruangan hikayat, roman dan
syair. Tetapi dia tidak mau, karena ia mempunyai cita-cita lain.
Setelah dia tahu bahwa buah penanya telah menjadi perhatian umum, mengertilah dia bahwa
inilah tujuan yang tetap dari hidupnya. Dari pada bekerja di bawah tangan orang lain, lebih
suka dia mengeluarkan dan membuka perusahaan sendiri. Oleh karena kota Surabaya lebih
dekat ke Mengkasar, dan di sana penerbitan buku-buku masih sepi, maka bermaksudlah dia
hendak pindah ke Surabaya, akan mengeluarkan buku-buku hikayat bikinan sendiri dengan
modal sendiri, dikirim ke seluruh Indonesia.
Dengan kemauan yang tetap, dia bersama Muluk meninggalkan kota Jakarta, yang di kota itu
dia telah mendapat modal paling besar, yaitu letter "Z" yang kelak akan dipergunakan menco
ba nasib di kota Surabaya itu. Cita-citanya dengan buku-buku yang dikarangnyaialah
menanamkan bibit persatuan rakyat dari segenap kepulauan tanah airnya, mempertinggi