Page 113 - Tenggelamnya Kapal
P. 113

muka yang sangat pucat dan gugup dia menyambut kedatangan sepnya itu, dan penagih
               hutang itu pun berdiri ke sisinya.
               "Tuan!" ujarnya."Sudah sekian lama tuan Aziz ini dari janji ke janji saja. Saya tidak sabar lagi,
               akan saya minta pertolongan yang berwajib."
               Hayati mencoba hendak ikut berbicara mempertahankan suaminya yang sudah kehilajigan akal
               itu. Tetapi tukang ternak itu menjawab dengan pendek dan jitu: "Lebih baik kau diam saja, hai
               pe rempuan muda! Kau telah jadi korban hawa nafsu syaitan suamimu. Janji apakah yang akan
               engkau cari lagi? Pada hal barang-barang perhiasanmu telah habis, hidupmu telah melarat.
               Barang dalam rumah ini akan dibeslag!"
               "Dan besok kau tak usah datang ke kantor lagi!" kata sepnya kepada Aziz.

               Muka Aziz pucat!
               Berapa hari sesudah itu, kelihatanlah orang bekerja mengangkuti segala barang-barang kursi
               dan meja, perhiasan dan gambargambar di dalam rumah Aziz, karena perkara itu sudah di
               tangan jurusita.

               Setelah barang-barang itu habis diangkut, tiba-tiba datang pula tukang tagih sews rumah,
               memberi tahukan bahwa kunci [180] akan diambil, karena sudah lebih dari 3 bulan sewa rumah
               itu tak dibayar. Sepatah kata pun tak keluar dari mulut Aziz, apakah yang tinggal hanyalah yang
               lekat di badan. Hayati pun hanya memakai sehelai kebaya yang telah lusuh, dan kain batik
               kasar. Mereka keluar dari rumah itu dengan rupa tak keruan. Ketika akan meninggalkan rumah
               itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati ....... sial!"

               Hayati tak menjawab. Menangis pun tidak. Apa lagi yang akan ditangiskan, jika kesedihan telah
               sampai kepuncaknya?

               "Ke mana kita akan pergi lagi?" kata Hayati.
               Aziz tak menjawab, mukanya muram saja. Hanya dengan langkah yang tetap, tetapi penuh
               dengan pengharapan, dia menuju ke rumah Zainuddin!
               Ke sanalah mereka pergi ........
               Kedatangan mereka diterima oleh Zainuddin dan Muluk dengan hati bersih dan suci,
               penerimaan sahabat kepada sahabatnya. Rumahnya ada mempunyai kamar buat tetamu, cukup
               luas dan se derhana. Apalagi sempit dan luas rumah, bukan bergantung kepada rumah, tetapi
               bergantung kepada kesenangan hati yang mempunyai. Mula-mula mau Zainuddin membayarkan
               utang itu, tetapi dicegah oleh Muluk, dengan alasan bahwa orang yang demikian lebih baik
               ditahan dan dipelihara dahulu dalam rumah, dari pada ditebuskan barangnya, karena dia pun
               tak ada mata pencaharian lagi. Tentu pula kawan-kawannya tidak ada yang mendekatinya,
               sebab tidak ada. lagi yang mereka harapkan.
               Setelah tinggal dalam rumah itu, lebih seminggu lamanya Aziz ditimpa sakit. Selama sakitnya
               dijagai oleh Hayati dengan setia, diurus oleh Zainuddin dan Muluk, dijaga dan dirawat supaya
               lekas sembuh. Setelah bangun dari sakitnya, diselenggarakan dia dan isterinyaoleh Zainuddin,
               dihormati oleh Mulukdengan sepertinya. Tidak ada satu kalimat yang dapat mengibakan hati
               mereka, atau menyebabkan jemu mereka tinggal dalam rumah itu. Demikianlah hampir sebulan
               lamanya.



                                                            ***
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118