Page 114 - Tenggelamnya Kapal
P. 114

Sudah lewat sebulan ............
               "Saudara!" kata Aziz dengan tiba-tiba kepada Zainuddin, sehabis makan pagi di kamar makan,
               di hadapan isterinya: "Budi baik saudara kepada saya sudah terlalu besar, dha'if benar diri saya
               sekarang, tak ada balasan dari saya hanyalah memohon kepada Tuhan, moga-moga jasa
               saudara itu terlukis pada sisinya."
               "Itu bukan jasa, itu hanya kewajiban seorang sahabat kepada sahabatnya. Apalagi kita hidup di
               rantau pula," kata Zainuddin, "kita wajib membela antara satu sama lain."
               "Ah, belum pernah saya memberi kepada saudara, saya hanya selalu menerima."

               "Karena belum waktunya," kata Zainuddin dengan senyum: "Sekarang sedang saya
               berkesanggupan, tentu saya tolong. Kelak datang pula kesanggupan saudara, tentu saudara
               tolong pula saya."
               "Terlalu baik saudara ini.........."

               "Yang baik hanya Tuhan," jawab Zainuddin pula.
               "..... Begini saudara!" katanya, sedang perkataannya tertahan-tahan: "Sudah terlalu banyak
               kesalahan saya dari kecil, dari semasa muda, sampai kepada beristeri. Waktu inilah kesalahan
               itu saya bayar. Pahit balasan Tuhan yang harus saya telan! Sekarang saya tobat, saya hendak
               memilih jalan yang lurus. Sebab itu, saya masih akan meminta lagi pertolongan saudara."

               "Kalau ada kesanggupan pada saya!"
               "Saya telah melarat sekarang, saya dan isteri saya. Saudara yang telah menyambut dalam
               rumah saudara sekian lemanya. Hal ini tale boleh saya derita lama. Di kota Surabaya, saya pun
               lebih merasa malu. Sebab itu lepaslah saya berangkat mencari pekei jaan lain ke luar kota
               Surabaya. Saya akan pergi sendiriku lebih dahulu. Di mana pekerjaan dapat, saya kirim kabar
               segera, supaya isteriku dapat menurutkan ke sana."
               "Saya tidak keberatan isteri saudara tinggal di sini. Cuma yang saya ragukan, kalau-Kaau
               kesehatan saudara belum kembali. Kalau saudara belum sembuh betul, saudara berangkat,
               hanya lantaran malu terlalu lama di sini, maka melaratnya di belakang lebih besar [182] dari
               manfaatnya. Lebih baik tahan dahulu sampai badan kuat betul."
               "Sungguh badan saya telah sehat. Budi saudara tinggi memang hak saudara menahan saya di
               sini sekian lamanya, tetapi sebagai seorang yang hidup, yang menanggung jawab atas diri dan
               isterinya, saya wajib mencari pekerjaan. Kalau pekerjaan itu tak dapat, ke mana saya akan
               kembali, kalau bukan kemari juga."

               "Bagaimana Hayati? kalau tuan-tuan laki isteri pulang saja ke Padang?" tanya Zainuddin pula
               sambil menoleh kepada Hayati. "Saya rasa lebih baik pulang dahulu, ongkos tuan-tuan saya
               bayar, ganti memperbaiki perlangkahan dan menetapkan hati. Walau pun kelak akan kembali
               merantau."
               "Tidak, itu tidak bisa. Malu!" jawab Aziz!

               "Bagaimana Hayati?"
               "Saya hanya menurut! .........."
               "Baiklah ..... kalau demikian pertimbangan yang telah diambil oleh saudara Aziz, berangkatlah!
               Dimana pun negeri yang didatangi, kirimi kami surat lekas. Beri kami kabar yang
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119