Page 18 - Tenggelamnya Kapal
P. 18
4. TANAH ASAL
BILAMANA Zainuddin telah sampai ke Padang Panjang, negeri yang ditujunya, telah
diteruskannya perjalanan ke dusun Batipuh, karena menurut keterangan orang tempat dia
bertanya, di sanalah negeri ayahnya yang asli. Seketika dia mengenalkan diri kepada
bakonya,*) orang laksana kejatuhan bintang dari langit, tidak menyangka-nyangka akan beroleh
seorang anak muda yang begitu gagah dan pantas, yang menurut adat di Minangkabau dinamai
anak pisang. Maklumlah, orang di sana masyhur di dalam menerima orang baru. Tetapi basa-
basi itu lekas pula bosan. Oleh karena yang kandung tidak ada lagi, apalagi ayahnya tidak
bersaudara perempuan, dia tinggal di rumah persukuan dekat dari ayahnya.
*) bako = keluarga ayah.
Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini
jadi kenang-kenangannya. Tetapi dari sebulan ke sebulan, kegembiraan itu hilang, sebab
rupanya yang dikenang-kenangnya berlainan dengan yang dihadapinya. Dia tidak beroleh hati
yang sebagai hati mak Base, tidak mendapat kecintaan ayah dan bunda. Bukan orang tak suka
kepadanya, suka juga, tetapi berlain kulit dan isi. Jiwanya sendiri mulai merasa, bahwa
meskipun dia anak orang Minangkabau tulen, dia masih dipandang orang pendatang, masih
dipandang orang jauh, orang Bugis, orang Mengkasar.
Untuk pehindarkan muka yang kurang jemih, maka [26] bilamana orang ke sawah, ditolongnya
ke sawah, bila orang ke ladang, dia pun ikut ke ladang. Dalam pada itu menambah pelajaran
perkara agama tidak dilupakannya.
Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya'ir, yang lebih suka
mengolah untuk kepentingan orang lain.
Sesudah hampir 6 bulan dia tinggal di dusun Batipuh, bilamana dia pergi duduk-duduk ke lepau
tempat anak muda-muda bersenda gurau, orang bawa pula dia bergurau, tetapi pandangan
orang kepadanya bukan pandangan sama rata, hanya ads juga kurangnya. Sehingga lama-lama
insaflah dia perkataan mak Base seketika dia akan berlayar, bahwa adat orang di Minangkabau
lain sekali. Bangsa diambil daripada ibu. Sebab itu, walaupun seorang anak berayah orang
Minangkabau, sebab di negeri lain bangsa diambil dari ayah, jika ibunya orang lain, walaupun
orang Tapanuli atau Bengkulu yang sedekat-dekatnya, dia dipandang orang lain juga. Malang
nasib anak yang demikian, sebab dalam negeri ibunya dia dipandang orang asing, dan dalam
negeri ayahnya dia dipandang orang asing pula.
Tak dapat Zainuddin mengatakan dia orang Padang, tak kuasa lidahnya menyebutnya dia orang
Minangkabau. Dan dia tidak berhak diberi gelar pusaka, sebab dia tidak bersuku. Meskipun dia
kaya raya misalnya, boleh juga dia diberi gelar pinjaman dari bakonya tetapi gelar itu tak boleh
diturunkan pula kepada anaknya. Melekatkan gelar itu pun mesti membayar hutang kepada
negeri, sembelihkan kerbau dan sapi, panggil ninik-mamak dan alim ulama, himbaukan di labuh
nan golong, di pasar nan ramai.
Pada sangkanya semula jika dia datang ke Minangkabau, dia kan bertemu dengan neneknya,
ayah dari ayahnya. Di sanalah dia akan memakan harta benda neneknya dengan leluasa
sebagai cucu yang menyambung turunan. Padahal seketika dia datang itu, setelah dicarinya
neneknya itu, ditunjukkan orang di sebuah kampung di Ladang Lawas, bertemu seorang tua di