Page 23 - Tenggelamnya Kapal
P. 23
Tiba-tiba sampailah dia ke sepiring sawah, seorang laki-iaki tua sedang menyabit padi. Rupanya
orang tua itu kenal akan dia.
"Ai, Zainuddin, sampai pula engkau kemari, pandaikah engkau menyabit?" tegur orang tua itu.
"Pandai juga, engku," jawabnya.
"Banyak jugakah padi di Mengkasar?"
"Di kota Mengkasar tidak ada padi; tetapi sedikit saja keluar dari Mengkasar telah penuh oleh
padi, bahkan makanan orang Mengkasar, dari padi keluaran Maros, Pangkajene, Sidenreng dan
yang lain-lain."
Orang tua itu pun meneruskan pekerjaannya juga. Zainuddin [34] bertanya kembali: "Mengapa
engku seorang saja yang menyabit padi di sini? Kuatkah engku?"
"Tadi banyak anak muda-muda yang menolong, tetapi lantaran pekerjaan sudah hampir selesai,
mereka telah minta izin pulang. Pekerjaan ini sudah 2 hari dikerjakan, sekarang baru akan
siap.........."
"Demikianlah Zainuddin" - ujarnya pula - "kalau kita sudah tua macam saya ini, kalau kurang
kuat bekerja menolong auak cucu, dengan apa nasi mereka akan dibeli. Tulang sudah lemah,
yang akan mereka harapkan dari kita tidak ada lagi. Semasa muda kita harus berusaha sepenuh
tenaga, sehendaknya di hari tua kata istirahat. Akan beristirahat saja, tangan tak mau diam, dia
hendak kerja juga."
"Indah benar hari sehari ini, Zainuddin," - ujarnya pula. "cobalah lihat langit jernihnya, lihatlah
puncak Merapi seakan-akan telah berhenti mengepulkan asapnya. Keadaan yang begini meng
ingatkan saya kepada zaman badan kuat, tulang kuat dan seluruhnya kuat, wang pun ada pula.
Tempo itu saya keluar dari rumah dengan perasaan yang gembira, tidak memperdulikan
kesengsaraan dan kesusahan. Saya gelakkan orang tua-tua yang termenung-menung. Sekarang
setelah badan tua, baru kita insaf dan ingat. Ah, Zainuddin, kalau engkau rasai tua esok."
Setelah itu diteruskannya juga menyabit padinya. Zainuddin mencoba hendak menolong, tetapi
dilarangnya: "Duduk sajalah di tepi pematang itu, penghilangkan kesunyianku, sebentar lagi da
tang kemenakanku mengantarkan makanan agak sedikit kemari, kita makan apa yang ada."
"Di Mengkasar apa pencarian orang, apa yang laku disana?" tanya orang tua itu pula.
"Macam-macam, sebagai di sini juga. Cuma di sana dekat lautan, kami di sana lebih banyak
mengirim barang hutan keluar negeri."
"Makanan?"
"Maklumlah negeri dipinggir laut, tentu saja ikan laut."
"Oh, di sini kalau ikan, lebih disukai orang yang datang dari laut Sumpur." [35]
Tiba-tiba, sedang mereka bercengkerama demikian rupa, datanglah dengan melalui pematang
sawah, seorang perempuan diringkan oleh seorang anak kecil laki-laki. Dan ....alangkah terkejut
Zainuddin demi dilihatnya yang datang itu Hayati, diiring kan oleh adiknya, anak yang
memulangkan payungnya dan memberikan surat pagi tadi. Dia datang ke sawah menjunjung
sebuah bungkusan dan menjinjing tebung kopi daun. Ddihatnya Zainuddin ada di situ, dia pun
tercengang, mukanya agak berobah merah. Zainuddin pun demikian pula.
"Ai, ini dia datang, si Ati. Bukan sudah saya katakan kepadamu tadi?" - kata orang tua itu.
"Ya engku," sahut Zainuddin dengan sedikit gugup.