Page 100 - kebudayaan
P. 100
Sebagaimana sudah disebutkan, karya Kwee Tek Hoay ini dapat
digolongkan sebagai bacaan liar. Menurut Razif dan Farid (2018),
bacaan liar merupakan bagian dari power block yang mendominasi
gerakan nasionalis pada awal abad ke-20. Walaupun karya Kwee Tek
Hoay dihasilkan setelah gerakan komunis tahun 1926, karya ini
menjadi salah satu dokumen awal gerakan tersebut. Dengan bacaan
yang kritis terhadap karya ini, dapat diketahui bagaimana tanggapan
orang-orang Tionghoa pada masa itu terhadap gerakan komunis
tersebut, yang tentunya akan memperlihatkan corak nasionalisme
orang-orang Tionghoa pada masa itu. Razif dan Farid (2018) juga
menyebutkan bahwa nasion dan nasionalisme tidak bersifat tunggal.
Oleh sebab itu, berbagai corak kebangsaan yang ada, termasuk yang
dimiliki oleh orang-orang Tionghoa, menjadi penting untuk dikaji.
Bahwa karya Kwee Tek Hoay Drama di Boven Digul menguraikan
kebangsaan telah dibahas dalam artikel Kwee (1980) berjudul “Kwee
Tek Hoay: A Productive Chinese Writer of Java (1880–1952).” Pada
tulisannya ini, Kwee (1980) menyatakan bahwa dengan menjadikan
tokoh Moestari raja di Negeri Kebebasan, pengarang menyatakan
utopia politiknya mengenai kebangsaan.
The author expounded his utopian political ideas when he made Moestari
king of the Kebebasan area, his wife, Noerani, minister of health, teaching
people to stop cannibalism and instilling a knowledge of the truth, and
their friend Soebaedah, Prime Minester. (King) Moetari wanted to ask the
Dutch East Indies government for self rule for his (Kingdom) Kebebasan
under the sovereignty of the Dutch government (Kwee, 1980).
Kwee Tek Hoay, menurut Kwee (1980), menghadirkan ide Buku ini tidak diperjualbelikan.
Negeri Kebebasan bagi tokoh Moestari dengan memunculkan ide
sebuah negeri yang merdeka. Bahwa karya roman Drama di Boven
Digul memiliki ide kebangsaan juga disampaikan oleh Tian (2004).
Ia menyatakan:
Posisi Peranakan Tionghoa ... 87