Page 95 - kebudayaan
P. 95
Bogor serta surat kabar Sin Po di Batavia. Dia juga mendirikan ma-
jalah Panorama pada 1926, kemudian menerbitkan majalah Mustika
P anorama, Mustika Romans, Mustika Dharma, dan Sam Kauw Gwat
Po.
Sebagaimana disampaikan Sidharta (1996), Kwee Tek Hoay lahir
pada masa perubahan pandangan pemerintahan Tiongkok terhadap
peranakan. Pemerintah Tiongkok menyadari bahwa orang-orang
perantauan ini merupakan aset yang besar. Sebagian besar sangat kaya
sehingga potensial untuk menanamkan modal di Tiongkok. Kesadaran
ini memunculkan kehendak orang-orang Tionghoa perantau untuk
memurnikan kebudayaan mereka dan mendirikan organisasi Tiong
Hoa Hwee Koan pada 1900. Kondisi semacam inilah yang menjadi
latar belakang kehidupan Kwee Tek Hoay. Dia hidup pada masa ketika
posisi orang-orang Tionghoa terjepit di antara tanah kelahirannya dan
tanah tempat dia hidup. Tanah tempat dia hidup pun tidak dalam posisi
bebas. Tanah itu dikuasai oleh bangsa lain. Hal ini sejalan dengan apa
yang dikatakan Ong dalam Malagina & Erowati (2015) bahwa orang
Tionghoa di perantauan memiliki orientasi terhadap tanah leluhur.
Mereka dan keturunannya dengan sadar berafiliasi dengan tanah
leluhur (ancestor homeland) dan secara politik terikat dengan tanah
tempatnya hidup. Hal ini tentunya akan memengaruhi cara pandang
mereka terhadap persoalan kebangsaan.
Kebangsaan pada masa tersebut belum terbayangkan. Apa yang
disebut sebagai negara pun belum ada. Pada masa itu bahasa Melayu
kemudian diangkat menjadi bahasa Indonesia pada 1928. Sampai
saat ini pun, walaupun Indonesia sudah menjadi negara, persoalan Buku ini tidak diperjualbelikan.
kebangsaan masih sering dipertanyakan, menurut Komaruddin
Hidayat pada acara peringatan Maulid di Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa 19 Desember 2018. Di tempat-tempat lain, apabila
menyebut negara Turki, penghuninya adalah bangsa Turki. Berbeda
dengan Indonesia. Negaranya memang Indonesia, tetapi suku bangsa
82 Narasi Kebangsaan dalam ...