Page 96 - kebudayaan
P. 96

yang mendiaminya beragam, misalnya suku bangsa Jawa, suku bangsa
              Sunda, dan lainnya. Keindonesiaan dapat dikatakan masih dalam
              proses. Oleh sebab itu, menelisik persoalan kebangsaan dalam karya-
              karya penulis Tionghoa pada awal abad ke-20 pun masih relevan.
              Masalah penelitian ini adalah bagaimana corak kebangsaan dalam
              karya orang-orang Tionghoa, khususnya roman Drama di Boven Digul
              dan Zonder Lentera karya Kwee Tek Hoay. Karya-karya Kwee Tek Hoay
              dipilih dengan beberapa alasan. Karya sastra peranakan Tionghoa
              pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 ada dalam masa puncak.
              Sebagaimana disebutkan Salmon (1985), produksi sastra Melayu
              Tionghoa dari tahun 1870-an sampai 1960-an menghasilkan 3.005
              judul yang terdiri atas 73 naskah sandiwara, 183 syair, 233 terjemahan
              karya-karya Barat, 759 terjemahan dari bahasa Cina, dan 1.398 novel
              serta cerpen asli. Jumlah ini, menurut Salmon (1985), lebih besar
              dibandingkan produksi sastra Indonesia modern yang ditulis oleh
              orang-orang Indonesia. Dari jumlah yang besar ini, dipilih roman
              berjudul Drama di Boven Digul dan Zonder Lentera. Drama di Boven
              Digul terbit pertama kali sebagai cerita bersambung dalam majalah
              Panorama mulai 15 Desember 1929 sampai 1 Januari 1932. Karya
              ini kemudian dibukukan dan diterbitkan pada 1938 dengan jumlah
              halaman cukup tebal, yakni 713 halaman (Kwee, 1980). Sementara itu,
              Zonder Lentera dipilih karena membicarakan tiga ras yang berbeda,
              yaitu Indonesia, Tionghoa, dan Eropa (Belanda).
                  Karya  Kwee  Tek  Hoay dipilih  karena penulisnya  tergolong
              produktif pada masa itu (Kwee, 1980). Sebagaimana disebutkan
              Salmon dalam Wahyudi (2001), Kwee Tek Hoay menghasilkan 115
              judul buku. Sementara itu, Sidharta (1996) menyatakan bahwa sukses  Buku ini tidak diperjualbelikan.
              terbesar yang dicapai Kwee adalah sebagai penulis novel dan drama.
              Penulis memilih Drama di Boven Digul dengan pertimbangan karya
              roman ini memuat pemberontakan PKI pada 1926. Pemberontakan
              itu dapat disebut sebagai salah satu gerakan melawan Belanda. Roman
              tersebut diperkirakan memunculkan kekentalan persoalan kebang-




                                                 Posisi Peranakan Tionghoa ...  83
   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101