Page 101 - kebudayaan
P. 101
Cerita DBD tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah kisah percintaan
karena baik tokoh maupun berbagai motif cerita menunjukkan kesan
dan nuansa politik yang kuat. Pada satu sisi, pemberontakan PKI sebagai
seting waktu, ucapan para tokoh cerita tentang konsep kebangsaan
Indonesia, serta terwujudnya Negeri Kebebasan pada bagian penutup,
semua ini memperlihatkan perhatian Kwee Tek Hoay yang tendensius
terfokus pada persoalan politik (Tian, 2004).
Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, dapat dinyatakan bahwa
karya Kwee Tek Hoay ini diduga mengandung makna kebangsaan.
Seperti apa warna kebangsaan tersebut akan dianalisis dalam pene-
litian ini. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Razif &
Farid (2018) bahwa nasion dan nasionalisme Indonesia itu beragam,
termasuk pandangan nasion dan nasionalisme orang-orang Tionghoa
yang termaktub dalam karya-karyanya.
B. Warna Kebangsaan dalam Drama di Boven Digul dan
Zonder Lentera
Drama di Boven Digul dikatakan oleh Liji (2001) sebagai karya
Kwee Tek Hoay yang paling gemilang dan merupakan puncak tertinggi
Kesastraan Melayu Tionghoa. Karya ini juga merupakan karya yang
besar karena jumlah halamannya sampai sekitar 700 halaman yang
terdiri dari 56 bab. Karya ini merupakan satu dari 25 karya sastra
yang dihasilkan oleh Kwee Tek Hoay. Karya-karya Kwee Tek Hoay,
yaitu “Jadi Korbannya Perempuan Hina” (1924), Ruma Sekola yang
Saya Impiken (1925), Bunga Roos dari Cikembang (1927), Drama dari
Krakatau (1928), Drama di Boven Digoel (1929), Nonton Capgome Buku ini tidak diperjualbelikan.
(1930), Zonder Lentera (1930), “Drama dari Merapi” (1931) (Moestika
Panorama, t II, 15-21 Maret–September 1931, 620 halaman), “Se-
mangatnya Bunga Cempaka” (1931) (Moestika Panorama t. II–III,
23–26, No. 1931-Februari 1932, 4 vol., 352 halaman), Pendekar dari
Chapei (1932), “Bayangan dari Penghidupan yang Lalu’’ (1932)
88 Narasi Kebangsaan dalam ...