Page 106 - kebudayaan
P. 106
pergabungan antara semua bangsa-bangsa yang ada di bawah perentahnya
orang-orang kulit putih dalem ini bagian dunia” (Hoay, 2001).
Dalam Drama di Boven Digul, persoalan kebangsaan tampak-
nya menjadi sebuah cita-cita atau keinginan yang ingin diwujudkan
masyarakat pada masa itu. Hal ini tecermin dalam nama salah satu
tokoh utamanya, Noerani. Sementara itu, pada roman Zonder Lentera
yang disampaikan adalah kondisi kemasyarakatan yang kemungkinan
benar-benar terjadi di Hindia Belanda pada masa itu, terutama di
masyarakat Tionghoa. Zonder Lentera memiliki latar di masyarakat
Tionghoa, dan hal ini tergambarkan sebagai berikut.
… akhirnya itu officier terpaksa tunjang pada ini satu familie, lantaran
mana dengen mendadak itu procureur bamboo di satu hari boleh pake
topi pet putih terhias wapen Nederland dan kancing leteer W, dan jalan
mondar-mandir di kampung Tionghoa sabagi raja-rajaan sambil kepala
dongak ka atas …(Hoay, 2001).
Kondisi sosial kemasyarakatan dalam karya roman Zonder Lentera
terlihat sangat nyata. Pengarang pun tampaknya secara rinci meng-
gambarkan kondisi pada masa itu dan juga persoalan yang dihadapi
masyarakat, terutama masyarakat Tionghoa. Hal ini berbeda dengan
apa yang muncul dalam Drama di Boven Digul.
Dua orang tokoh bumiputra yang dimunculkan dalam Drama
di Boven Digul sama-sama menyampaikan persoalan kebangsaan,
tetapi cara penyampaiannya berbeda. Mereka adalah Moestari dan
Boekarim. Moestari adalah pemuda bangsawan—anak seorang bupati.
Dia juga seorang calon bupati. Dapat dikatakan bahwa tokoh Moestari Buku ini tidak diperjualbelikan.
mewakili kelas masyarakat yang mapan pada masa itu. Pemuda ini
dipasangkan dengan Noerani, anak seorang tokoh komunis, Boekarim.
yang disebutkan menentang gerakan revolusi, sebagaimana tampak
dalam kutipan ini.
Posisi Peranakan Tionghoa ... 93