Page 141 - kebudayaan
P. 141
penyelundupan senjata, tetapi juga dalam meledakkan granat di
bioskop Rex di Tanjung Priok bersama dua orang temannya, Hazil
dan Rahmat. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan antara hidup dan
mati karena mereka terjun ke jalanan dan berhadapan dengan tentara
Belanda. Guru Isa bertugas sebagai pengawas dan ia harus berani agar
rencana itu dapat berjalan dengan aman. Di samping itu, guru Isa
harus memiliki keberanian untuk menyaksikan berbagai peristiwa
berdarah yang terjadi di depan matanya.
Sebagai seorang pejuang, guru Isa dan teman-temannya harus
memiliki keberanian dalam melakukan penyelundupan senjata. Ia
juga harus berani menanggung risiko atas semua hal yang dilakukan.
Hal itu terlihat pula pada guru Isa yang berani menerima risiko atas
keikutsertaannya dalam peledakan bioskop Rex. Ketika ia ditangkap,
dipukul, dan dihukum, dirinya lebih siap menghadapi siksaan yang
setiap saat diterimanya di penjara dan menghadapi rasa sakit yang
tidak pernah berubah.
Selama guru berada dalam tahanan sering kali ia menerima siksaan.
Rasa sakit yang diterima pada tubuhnya tidak lagi menakutkan. Setiap
hari ia berpikir akan menerima siksaan pada waktu-waktu tertentu dan
rasa sakit itu tidak berubah. Sesuatu perasaan ganjil menyelinap kepada
dirinya. Dia tidak lagi merasa gentar dengan pukulan dan siksaan dan
seiring itu hilang pula hasrat untuk mengakui semua kesalahannya
(Lubis, 1992: 162).
Sebetulnya apa yang dilakukan guru Isa bukan tidak beralasan
mengingat sebagai guru dan pejuang, ia tidak ingin menyakiti, apalagi
membunuh. Sebagai pejuang yang masuk laskar pemuda, guru Isa Buku ini tidak diperjualbelikan.
tidak berani ikut terjun ke lapangan apalagi ketika Hamidy dan Her-
man mengajak dirinya meledakkan bom rakitan di sebuah bioskop
Jakarta. Begitu pula ketika ia mengetahui Hazil, temannya, berseling-
kuh dengan istrinya, Fatimah. Guru Isa dan temannya tertangkap dan
128 Narasi Kebangsaan dalam ...