Page 36 - kebudayaan
P. 36
sebenarnya adalah Prabu Pakuan Pajajaran yang lebih suka menjalani
hidup sebagai seorang resi. Sebagai seorang resi, ia melakukan dua
kali perjalanan dari Pakuan Pajajaran ke Jawa. Pada perjalanan kedua,
Bujangga Manik malah singgah di Bali dan Pulau Sumatra. Bujangga
Manik kemudian bertapa di sekitar Gunung Patuha sampai akhir
hayatnya. Berdasarkan cerita tersebut, terlihat bahwa naskah Bujangga
Manik berasal dari zaman sebelum Islam masuk ke tatar Sunda. Hal ini
karena naskah tersebut tidak mengandung satu pun kata dari bahasa
Arab.
Berdasarkan penyebutan Majapahit, Malaka, dan Demak, naskah
ini diperkirakan ditulis pada akhir 1400-an atau awal 1500-an. Naskah
ini juga menggambarkan topografi pulau Jawa pada sekitar abad
ke-15. Lebih dari 450 nama tempat, gunung, dan sungai disebutkan
dalam naskah ini. Sebagian dari nama-nama tempat tersebut masih
digunakan sampai sekarang.
Nama penulis naskah ini, Prabu Jaya Pakuan, muncul pada baris
ke-14. Nama alias penulis, yakni Bujangga Manik, dapat ditemukan
mulai baris ke-456. Dalam baris 15–20 diceritakan bahwa ia akan
meninggalkan ibunya untuk pergi ke arah timur. Bujangga Manik sa-
ngat teliti dalam menceritakan keberangkatannya. Dari kebiasaannya,
kita tahu bahwa ia mengenakan ikat kepala saceundung kaen dalam
baris 36). Kemudian, perjalanan pertama ia lukiskan secara terperinci.
Waktu mendaki daerah Puncak, Bujangga Manik menghabiskan waktu
dengan duduk mengipasi badannya sambil menikmati pemandangan
Gunung Gede. Gunung ini, pada baris ke 59 sampai 64, disebut sebagai
titik tertinggi Kota Pakuan (ibu kota Kerajaan Sunda). Buku ini tidak diperjualbelikan.
Dari puncak gunung, ia melanjutkan perjalanan menyeberangi Ci
Pamali (sekarang disebut Kali Brebes) untuk masuk ke daerah Jawa.
Di daerah Jawa, ia mengembara ke berbagai desa di wilayah Kerajaan
Majapahit dan Kerajaan Demak. Sesampainya di Pamalang, Bujangga
Manik merindukan ibunya (baris 89) dan memutuskan untuk pulang.
Kebangsaan dalam Manuskrip ... 23