Page 41 - kebudayaan
P. 41
naskah, di antaranya SPM atau Syair Sipelman. Ukuran naskah 27 x
20,5 cm, dan terdiri atas 73 halaman (Witkam, 2007). Pada halaman
awal terdapat catatan “Penaklukan Mangkasar atau Macassar oleh
pasukan gabungan Belanda dan Bugis di bawah pimpinan Admiral
Speelman dan Raja Palakka pada tahun 1667.” Penyalin SPM adalah
Encik Amin, seorang juru tulis Kerajaan Gowa pada abad ke-19. Dia
adalah orang Makassar keturunan Melayu yang mempunyai peran
dalam perdagangan di Makassar (Skinner, 2008). Tidak mengherankan
jika Encik Amin mengabadikan peristiwa peperangan di Makassar
ini dalam aksara Jawi dengan bahasa Melayu. Karya Encik Amin ini
mencatat peristiwa demi peristiwa penentangan Sultan Hasanuddin,
Sultan Gowa, terhadap penjajahan Belanda dan sekutunya yang ingin
menguasai Makassar. Encik Amin memperlihatkan keberpihakannya
kepada Sultan Hasanuddin sebagai pahlawan (hero) dalam melawan
usaha kolonialisme Belanda.
Dengan sudut pandang seperti itu, SPM menjadi data menarik
dalam penelusuran jejak protonasionalisme masyarakat Makassar.
Protonasionalisme yang dimaksud adalah munculnya ide-ide kebang-
saan sebelum kemerdekaan Indonesia. Kebangsaan dengan kata dasar
bangsa atau nation adalah istilah yang melekat pada negara modern.
Hal itu sejalan dengan Anderson (1983). Baginya, kebangsaan berkait-
an dengan kehidupan dunia modern. Istilah itu berkaitan dengan objek
modernitas dari kacamata sejarah. Konsep sosiokultural dalam dunia
modern menuntut setiap orang memiliki kebangsaan.
Masa kerajaan di Indonesia pada masa lalu berbeda dengan dunia
modern. Pada masa itu bangsa Indonesia belum terbentuk, tetapi Buku ini tidak diperjualbelikan.
konsep dan ide-ide kebangsaan sudah ada. Kerajaan bukan hanya
menjadi pusat kekuasaan, melainkan juga menjadi pusat pemerintahan
dengan berbagai perangkat aturan untuk hidup bersatu dalam sebuah
identitas etnisitas atau kesukuan. Salah satu contohnya adalah Kera-
jaan Gowa. Pada 1530, Kerajaan Gowa adalah pusat suku Makassar
28 Narasi Kebangsaan dalam ...