Page 42 - kebudayaan
P. 42
yang mulai memperluas kekuasaannya ke wilayah tetangga melalui
penaklukan. Pada pertengahan abad ke-15, Gowa mengukuhkan
diri sebagai pemimpin sebuah kerajaan dengan banyak taklukan dan
sebagai kekuatan dagang yang utama di Indonesia bagian timur. Pada
dasawarsa pertama abad ke-17, masyarakat Gowa sudah memeluk
agama Islam (Ricklefs, 1989: 74–75).
Pada masa Kesultanan Gowa di Makassar, terdapat beberapa kera-
jaan besar dengan etnisitasnya yang lain, baik kerajaan yang menjadi
sekutu Makassar (seperti Bima dan Sumbawa), maupun kerajaan yang
tidak berpihak padanya. Kerajaan yang tidak berpihak pada Kerajaan
Gowa di antaranya Kerajaan Bone dengan etnis Bugis, Kerajaan Buton
dengan etnis Wolio, serta Kerajaan Ternate dan Tidore dengan etnis
Melayu.
Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone yang dikisahkan dalam SPM
adalah dua kekuatan di wilayah timur. Dua kerajaan ini yang saling
bermusuhan. Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin
menolak keras usaha Belanda yang ingin masuk dan menguasai tanah
Makassar, sedangkan Kerajaan Bone dengan Arung Palakka mencoba
meruntuhkan kekuasaan itu dan berkolaborasi dengan pihak kolonial
Belanda. Dalam Ikhtisar Keadaan Politik Hindia-Belanda (1973)
disebutkan bahwa sampai abad ke-17, Belanda sebagai penguasa
tidak banyak campur tangan terhadap suku Makassar karena saat itu
Kerajaan Gowa sudah menjadi sebuah kekuasaan besar. Namun, dalam
perkembangannya, Belanda melihat Makassar menjadi sangat strategis
dalam perdagangan. Oleh sebab itu, pada akhirnya Belanda membuat
persekutuan dengan beberapa kerajaan yang mau membantunya, di Buku ini tidak diperjualbelikan.
antaranya Bugis, Soppeng, dan Buton, untuk melawan Makassar.
Persekutuan Bugis, Soppeng, dan Buton serta Belanda memben-
tuk sebuah kekuatan besar untuk mengalahkan Makassar. Namun,
penguasa Makassar, Sultan Hasanuddin berusaha keras menolak invasi
tersebut. Sultan Hasanuddin bersekutu juga dengan beberapa kerajaan
Kolonialisme dan Heroisme ... 29