Page 118 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 118
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
“Maafkan ibu karena telah meninggalkan kalian
sendirian,” ucap induk burung dalam hati. Di tengah malam,
induk burung tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan kedua
anaknya. Tak henti air matanya menetes.
Hari berganti hari, induk burung terus mencari
kedua anaknya. Hingga suatu sore, ia terbang mendekati
perkampungan. Matanya tertuju pada sebuah rumah. Alangkah
terkejutnya sang induk tatkala melihat kedua anaknya telah
meregang nyawa di sebuah sangkar kecil. Sangkar itu berada
di samping rumah penduduk. Induk burung menangis
sekencang-kencangnya sambil terbang mendekati sangkar itu.
“Rupanya mereka yang telah mencuri anak-anakku,”
gumam induk burung sambil menatap rumah yang menjadi
pemilik sangkar burung itu. Induk burung hanya bisa
menangis dan berdoa.
“Ya Tuhan, kuatkan saya untuk menerima semua ujian
ini. Berikanlah balasan yang setimpal terhadap apa yang telah
mereka lakukan kepada anak-anak saya.”
Tiba-tiba, terdengar suara bisikan di telinganya. Entah
dari mana arah bisikan itu.
“Untuk memberikan pelajaran kepada manusia yang
serakah, tembaklah mereka dengan racun melalui suaramu
Criiit,,,, Criiit,,,, Criiit,,,,.
Tak lama kemudian burung Pasang mengeluarkan
racun melalui suaranya.
“Criiit,,, Criiit,,, Criiit,,,.”
Esok paginya, ketika baru bangun tidur, ibu lelaki muda
itu terkejut melihat benjolan kecil seperti cacar di tubuh
anaknya. Di ketiak, perut, dan punggung, muncul benjolan-
benjolan kecil. Benjolan itu terasa nyeri dan gatal-gatal.
107 107