Page 173 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 173
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
Setiba di rumah, Pak Basirun mulai menceritakan
kejadian yang dialaminya tadi kepada istrinya.
“Kenapa kamu bunuh buaya itu? Mengapa tidak
dilepaskan saja? Bisa jadi buaya itu tuang tanah,” sahut istrinya.
“Lalu bangkainya sudah kamu kuburkan?”
Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat Pak Basirun
bingung. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari langit.
Suara tersebut terdengar sangat kuat. Pak Basirun dan istrinya
menutup kedua telinga. Atap rumah mereka terlepas karena
disambar petir. Seketika langit ditutupi awan gelap. Tidak
lama kemudian turunlah hujan yang sangat deras disertai
dengan sambaran petir.
Hujan yang sangat deras tersebut menyebabkan banjir
di kaki gunung Tarawesi. Banjir tersebut menyebabkan
jumlah air yang mengalir ke Tanusang semakin deras. Rumah
Pak Basirun terkena banjir besar. Suami istri tersebut terseret
banjir. Keduanya hanyut tertelan banjir. Air yang sangat deras
tersebut mengalir hingga ke tepi pantai dan menyebabkan
dua buah gelombang besar. Dua buah gelombang tersebut
kemudian menghantam kampung Lala dan kampung Ubung.
Semua orang panik lari menyelamatkan diri. Ada
yang naik ke atas pohon sagu, ada juga yang pasrah menanti
malapetakan yang sedang melanda.
Beberapa hari kemudian, banjir mulai surut. Masyarakat
Kampung Ubung kembali membangun kampungnya. Mereka
membangun rumah mereka yang telah rusak. Sebaliknya,
masyarakat kampung Lala pindah ke arah selatan, kurang
lebih 4 km dari arah Namlea.
Daerah Tanusang yang tadinya terdapat banyak pohon
sagu, kini menjelma menjadi sebuah telaga. Telaga tersebut
oleh penduduk setempat dikenal dengan sebutan Telaga
Tanusang. Telaga Tanusang dimanfaatkan untuk menangkap
162 162