Page 178 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 178
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
Setelah semua siap pada posisi masing-masing, seekor
kambing diikat ke sebatang pohon bakau. Kambing itu terus
mengembik. Suara kambing itu menjadi penarik perhatian
buaya pemangsa. Tidak berselang lama, terlihat riakan air.
Beberapa kali riakan itu tampak dan kemudian menghilang.
Itu tanda akan muncul buaya.
Para petugas telah bersiap. Persis ketika buaya pemangsa
muncul, serentetan tembakan langsung mengarah ke kepala
dan tubuh buaya pemangsa. Makhluk ganas itu mencoba
melawan. Buaya melompat ke atas dan meraung mengeluarkan
suara menggelegar. Ekornya dikibaskan ke kiri dan ke kanan.
Beberapa batang pohon Nipa patah. Buaya pemangsa itu
mengamuk sekuat tenaga.
Beberapa saat kemudian, amukan buaya itu melemah.
Air di kali Waeapo terlihat memerah. Buaya pemangsa muncul
ke permukaan dalam kondisi terbalik. Buaya itu telah tewas.
Namun begitu, tiada orang yang berani mendekat.
“Dia sudah mati,” teriak tetua adat. “Mari tarik ke atas!”
Mengetahui buaya itu telah mati, semua warga merasa
lega. Semua orang bersalaman dan berpelukan. Buaya yang
selama ini meneror masyarakat Namlea telah tewas. Mereka
kembali beraktivitas normal seperti sebelum kejadian
serangan buaya pemangsa.
Kehadiran buaya pemangsa itu perlu diambil
hikmahnya. Manusia jangan bertindak semena-mena tanpa
memperhitungkan kerusakan lingkungan, keseimbangan
ekosistem, dan juga moral manusia. Semoga kepergian buaya
itu untuk selamanya termasuk membawa pergi sifat-sifat
manusia yang buruk, tamak, serakah, angkuh, dan sombong.
Semua itu sifat-sifat yang dimurkai Allah.
167 167