Page 177 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 177
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
Pawang buaya telah bekerja selama seminggu. Kembang
ditabur ke teluk Namlea. Sesajen dilarung ke laut. Daging
kambing diumpankan untuk memancing buaya. Semua upaya
telah dilakukan oleh pawang buaya. Akan tetapi, buaya tetap
tidak muncul.
Setelah seminggu tidak ada hasil, pawang buaya
akhirnya menyerah. Ia meminta maaf kepada warga yang
telah mengundangnya. Ia tidak mampu menangkap buaya
buas yang mengganggu warga. Akhirnya, ia memilih pulang
ke kampung halamannya karena tak berhasil menangkap
buaya pemangsa itu.
Setelah pawang buaya pulang kampung, esoknya, warga
kembali diserang buaya. Sejumlah orang kembali menjadi
korban. Ada yang tewas, ada juga yang selamat. Warga kembali
khawatir dengan situasi itu. Mereka tidak tahu harus berbuat
apa lagi.
Dalam situasi kalut, warga kembali bersepakat
untuk menangkap buaya pemangsa itu. Mereka kemudian
berkumpul di tepi kali Waeapo. Ada yang membawa sesajen,
sirih pinang, kembang, buah-buahan, dan beberapa ekor ayam
putih. Setelah sesajen siap, dilakukan upacara adat. Tetua adat
yang memimpin upacara membaca mantra-mantra. Terlihat
bibirnya komat-kamit memanggil penjaga kali Waeapo.
Tidak berselang lama, air laut di depan orang tua itu
tersibak. Seekor buaya besar yang disebut tuang air muncul ke
permukaan. Suasana sangat menegangkan. Terlihat dua orang
tua adat melarungkan sesajen ke dalam air. Konon, kemunculan
buaya besar itu akan menjadi berita baik bagi warga.
Selanjutnya, sejumlah aparat berjaga dengan senjata
yang siap membunuh buaya pemangsa. Para aparat itu
menempati posisi sesuai petunjuk dari tetua adat. Mereka
berada di atas pohon agar dapat melihat kemunculan buaya.
166 166