Page 185 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 185
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
Bila di laut banyak ikan tuna, kedua burung raksasa berteriak
berkali-kali. Teriakan itu menjadi tanda bagi nelayan untuk
datang ke situ memancing ikan.
Sayap kedua burung Guheba itu memiliki bentangan
yang dapat menutupi seisi kampung. Pekikannya menggelegar
bagaikan gemuruh guntur. Kaki-kakinya bersisik tebal. Kuku-
kukunya tajam. Bulu-bulunya tumbuh rapat bagaikan perisai.
Semua itu menambah perkasa burung Guheba itu
Para pelaut selalu was-was ketika melintasi selat Pulau
Buru dan Pulau Manipa. Pasalnya, di teluk Tiffu itu ada dua
ekor burung Guhebba raksasa yang selalu mengintai kapal
asing. Konon apabila kapal tersebut berbuat onar, seperti
membuang jangkar di atas tempat yang salah, membuang
sampah sembarangan, memotong kayu tanpa izin, maka
kapal-kapal itu pasti diserang oleh kedua Guheba raksasa itu.
Tidak sedikit kapal asing yang telah menjadi korban
dari dua ekor Guheba. Ada kapal yang patah tiang, geladak
bocor, dan kru kapal terlempar keluar geladak. Peristiwa itu
telah menyebar dari mulut ke mulut. Mereka sangat hati-hati
ketika melewati depan teluk Tiffu.
Pagi itu mendung berarak. Awan hitam menutupi
sebagian langit. Sinar matahari tampak sedap. Angin selatan
bertiup membawa uap dingin membuat warga malas
beraktivitas. Kampung Tiffu diselimuti kesunyian yang
mencekam hanya terdengar suara anjing melolong dan
sekali-sekali terdengar pekikan burung Guheba raksasa dari
kejauhan. Suasana begitu terasa hambar.
Di lain tempat di sebuah kapal asing, kru kapal sangat
sibuk di atas geladak. Ada yang mengasah golok, menajamkan
tombak, dan memanaskannya. Ada juga sebagian anak buah
kapal berlatih bela diri seakan-akan mereka sedang persiapan
menghadapi sebuah pertempuran.
174 174