Page 189 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 189
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
“Sudah! Jangan bertengkar di depan meja makan! Nanti
Tuhan marah. Kalau Tuhan marah, kita tidak dapat makanan
lagi,” seru sang ibu.
“Maafkan kami. Kami berjanji tidak akan mengulanginya
lagi,” jawab sang kakak. Dia kemudian membagi dua pisang
yang dimakannya, lalu diberikan kepada adiknya.
“Ini Dik. Ayo kita makan sama-sama.”
“Terima kasih, Kak,” jawab adik senang.
Setelah sarapan, kakak beradik itu pergi bermain. Tempat
favorit mereka untuk bermain adalah di kebun, tempat orang
tua mereka bercocok tanam. Kebun tersebut terletak di tengah
hutan.
“Kita ke hutan yuk! kita cari singkong, ubi, pisang buat
besok,” kata kakak.
“Ayo,” jawab adik.
Mereka berjalan menuju hutan. Sebelum masuk ke
hutan, mereka harus melewati sebuah jembatan kecil yang
terbuat dari kayu. Di bawah jembatan itu terdapat air sungai
yang mengalir menuju laut. Sebenarnya jarak rumah ke hutan
tidak terlalu jauh, tetapi karena kondisi jalan yang berbatu,
mereka harus berjalan perlahan dan berhati-hati. Hal tersebut
menjadikan perjalanan yang ditempuh terasa jauh.
Batu-batu yang mereka temui ada yang berukuran besar
dan kecil. Batu-batu tersebut juga terkadang sangat licin,
sehingga mereka karus memilah-milah batu mana yang dapat
dipijak agar tidak terpeleset. Ketika hampir sampai di pintu
masuk kebun mereka, mereka beristirahat terlebih dahulu.
Mereka menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya
secara perlahan. Hal tersebut dilakukan berulang-ulang untuk
menghilangkan rasa lelah.
178 178