Page 186 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 186
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
Benar saja sesaat kemudian lelaki berbadan kekar,
berotot melompat ke haluan kapal berteriak dengan suara
keras.
“Perhatian! Tak lama lagi kita akan masuk gerbang
perairan Maluku. Teluk Tiffu adalah pintu gerbang utama.
Karena itu semua awak bersiap dengan tugasnya masing-
masing. Lawan kita bukan sembarang lawan. Bukan lawan
biasa. Tajamkan semua tombak! Panaskan sampai merah!
Pandangan diarahkan ke atas! Jangan ada yang panik! Saya
adalah komandan perang Ceng Sai Pek. Penyerangan dimulai
apabila ada komando dari saya. Mengerti?” teriak Ceng Sai
Pek, sang nakhoda kapal.
“Siap!” teriak awak kapal serempak.
Semua awak menjawab dengan tegas. Akan tetapi,
jantung mereka berdetak tak menentu. Tiba-tiba, terdengar
pekikan suara yang memecah gendang telinga.
“Kwak,,, Kwak,,, Kwak,,,”
Tak sampai hitungan menit, tiba-tiba terdengar
sobekan pada layar bagian depan kapal. “Kraak…….”
“Tajamkan panah dan tombak! Kita diserang,,,,,” teriak
Ceng Sai Pek.
“Cak,,, Cak,,, Cak,,,” Busur panah api melesat ke udara.
Begitu juga tombak yang dipanaskan. Tak lama kemudian
dengan gagah berani kedua burung raksasa itu kembali
menyerang dengan gaya menukik dari ketinggian. Keduanya
secara bersamaan menghantam tiang kapal.
“Braaak,,,,”
Serangan itu dibalas oleh awak kapal yang sudah
sangat siap dengan tombak runcing yang dipanaskan. Tombak
itu tepat mengenai dada dari kedua burung itu. Kedua burung
raksasa terbang menjauh dengan suara yang terdengar lemah.
175 175