Page 192 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 192
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
“Tidak bisa! Kamu juga sudah dapat bagian dari ayah
sebaiknya tanaman ini jadi milikku dan aku akan merawatnya!”
lanjut kakak
“Saya juga bisa merawatnya!” tambah adik
“Hei, kamu tidak tau apa-apa soal merawat tanaman.
Naik pohon kelapa saja tidak bisa, apalagi merawat tanaman,”
sahut kakak.
Karena tak tahan lagi, sang kakak langsung mendorong
adiknya hingga jatuh.
“Aduh, kakak sudah keterlaluan. Maunya menang
sendiri!” jawab adik sambil menangis.
“Kamu bilang mau merawat tanaman. Jatuh sedikit saja
sudah menangis. Dasar cengeng!” sahut kakak.
Dengan hati kesal, adik pulang sambil berlari
meninggalkan sang kakak. Dia tidak peduli jalanan yang ia
lewati berbatu dan licin. Dalam pikirannya terbayang sikap
egois sang kakak.
“Saya tidak akan memaafkanmu kakak. Kamu egois!”
gumam adik.
Sesampainya di rumah, adik menuju dapur. Dia
meletakkan karung yang dibawanya, lalu mandi. Setelah
mandi, dia masuk ke kamar. Dia ingin segera beristirahat dan
melupakan peristiwa di hutan.
Sementara itu, sang kakak yang terkagum-kagum
dengan pohon sukun. Ia merasa menjadi pemilik pohon
tersebut. Tak sedikit terbersit rasa bersalah kepada adiknya.
Hari semakin sore, sang kakak bergegas pulang. Dia
berjalan perlahan, melewati bebatuan yang licin. Sesampainya
di rumah, dia pergi mandi. Kemudian beristirahat di dalam
kamarnya. Dia tidak peduli keadaan adiknya. Dalam hatinya
berkata, “Saya tidak akan bicara dengan si cengeng itu. Jaga
181 181