Page 203 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 203
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
“Iya, Nak. Dulu, kampung itu bernama kampung Lala,”
jawab Tete Dola.
“Lalu, kenapa kampung itu sekarang pindah ke sini?”
tanya seorang cucu bernama Udi.
“Dulu waktu Tete masih kecil sekitar tahun 1963, terjadi
tsunami kecil di sana. Setelah terjadi tsunami itu, warga
kampung Wailala terserang wabah penyakit yang mematikan.
Banyak warga yang meninggal dunia, termasuk mama dan
adik saya.”
Terlihat wajah Tete Dola menahan kesedihan. Kejadian
saat itu masih membekas dalam ingatannya.
“Pagi itu, Tete baru bangun pagi. Tete langsung
membantu orang tua memasang jaring di pantai. Begitu setiap
hari pekerjaan Tete membantu orang tua,” cerita Tete Dola.
Tete Dola kemudian menceritakan kejadian yang terjadi
pada suatu pagi. Ia bersama ayah dan pamannya turun ke laut
untuk memasang jaring. Tete Dola yang kecil, disuruh ayahnya
untuk menarik tali pancing yang sedang kusut. Karena tali
pancing itu panjang, Tete Dola berjalan hingga ke laut.
Air laut sudah setinggi lututnya. Tiba-tiba, air laut itu
surut, padahal belum waktunya air laut surut.
“Ayah,,,,,, kenapa air ini tiba-tiba kering?” teriak Tete
Dola kepada ayahnya.
Ayah bersama pamannya segera mendongak ke arah
Tete Dola berdiri. Benar saja, air laut tiba-tiba mengering.
Ayah Tete Dola kaget bercampur cemas.
“Dola, cepat lari. Pergi beri tahu Ibumu. Bawa lari naik
ke gunung,” teriak ayahnya penuh kecemasan.
“Kasim, ayo umumkan ke kampung! Air akan naik ke
kampung kita,” perintah ayah Tete Dola kepada saudaranya
bernama Kasim.
192 192