Page 204 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 204
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
“Benar. Saya akan memberi tahu orang kampung,”
jawab paman Kasim.
Mereka bertiga bergegas berlari ke arah kampung.
Segera mereka memberi tahu warga akan bahaya air naik.
“Air naik… Air naik… Air naik!” teriak ketiganya.
Di kampung, rupanya sebagian warga telah mengetahui
hal itu. Mereka ramai-ramai menyuruh warga segera lari ke
gunung.
Di pantai, tampak air laut bergulung-gulung datang dari
tengah laut menuju pantai. Gulungan air laut sangat besar.
Tidak berapa lama, gulungan air laut itu menghantam bibir
pantai dan menghancurkan apa saja yang ada di kampung Lala
dan kampung Ubung. Rumah-rumah hancur-lebur. Tanaman
tercabut. Hewan tenggelam. Semua yang ada di kampung itu
tersapu habis oleh gelombang air laut yang sangat besar.
Warga yang berhasil menyelamatkan diri ke bukit-bukit
hanya bisa menatap kampung dengan wajah sedih. Mereka
tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka pasrah.
Beberapa hari kemudian, air laut mulai surut dari
kampung Lala. Warga mulai kembali untuk melihat rumah dan
keluarga mereka yang tidak sempat melarikan diri ke gunung.
Si Dola kecil bersama ibunya juga kembali ke rumahnya. Ia
melihat dinding-dinding rumahnya telah hancur berantakan.
Selain kampung hancur-lebur, air laut kotor tergenang
di mana-mana. Bangkai hewan dan ikan menggelepar di
seluruh kampung. Baunya sangat busuk. Ulat bertebaran dari
bangkai-bangkai itu.
Akibatnya, kampung Lala terserang wabah penyakit.
Banyak warga menjadi sakit. Begitu pula ayah, ibu, dan adik
Tete Dola juga terkena penyakit. Tak lama, ibu dan adik Tete
Dola meninggal dunia. Ayahnya selamat.
193 193