Page 198 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 198
http://pustaka-indo.blogspot.com
intuitif dan langsung. Ia tidak dengan susah payah diperoleh
melalui penelitian dan proses penalaran, tetapi diserap melalui
cara yang sama seperti ketika indra kita menyerap objek-
objek yang dipersepsikan. Jiwa (psyche), yang beremanasi
dari Pikiran dalam cara yang sama seperti emanasi Pikiran
dari Yang Esa, merupakan sesuatu yang sedikit lebih jauh
dari kesempurnaan, dan di tingkat ini, pengetahuan hanya
dapat diperoleh secara diskursif sehingga ia tidak memiliki
simplisitas dan koherensi absolut. Jiwa bersesuaian dengan
realitas yang biasa kita alami: seluruh sisa eksistensi fisik dan
spiritual memancar dari Jiwa, yang memberikan kepada
dunia kita semua kesatuan dan koherensi yang dimilikinya.
lagi-lagi, mesti ditekankan bahwa Plotinus tidak
membayangkan tiga serangkai Yang Esa, Pikiran, dan Jiwa
ini sebagai suatu tuhan “di luar sana”. Keilahian melingkupi
seluruh eksistensi. Tuhan adalah semua di dalam semua, dan
wujud-wujud yang lebih rendah hanya ada selama mereka
menjadi bagian dalam wujud absolut Yang Esa. 50
Aliran emanasi ke arah luar diserap oleh gerakan kembali
kepada Yang Esa. Sebagaimana kita tahu dari cara kerja
pikiran kita sendiri dan dari ketidakpuasan kita terhadap
konflik dan kemajemukan, semua wujud merindukan
kesatuan; mereka rindu untuk kembali kepada Yang Esa.
lagi, ini bukanlah pendakian menuju suatu realitas yang ada di
luar diri, melainkan jalan menurun menuju kedalaman pikiran
kita. Jiwa mesti mengingat kembali simplisitas yang telah
dilupakannya dan kembali kepada kesejatian dirinya. Karena
semua jiwa dihidupkan oleh Realitas yang sama,
kemanusiaan mungkin dapat diperbandingkan dengan
sekelompok paduan suara yang berdiri mengelilingi seorang
konduktor. Jika ada seseorang yang melantur, maka akan
timbul ketidakpaduan dan ketidakselarasan. Namun, jika
semua memperhatikan konduktor dan berkonsentrasi
~191~ (pustaka-indo)