Page 197 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 197
http://pustaka-indo.blogspot.com
mempunyai apa-apa, tak kehilangan apa-apa. Yang Esa itu
sempurna dan, secara metaforis, telah melimpah, dan
49
kelimpahannya telah menghasilkan yang baru.” Tak ada
sesuatu yang bersifat personal di dalam semua ini; Plotinus
memandang Yang Esa berada di atas semua kategori
manusia, termasuk kategori personalitas. Plotinus kembali ke
mitos emanasi kuno untuk menjelaskan pemancaran semua
yang wujud dari Sumber yang sangat sederhana ini,
menggunakan sejumlah analogi untuk menggambarkan
prosesnya: seperti pancaran sinar matahari atau panas yang
memancar dari sebuah nyala api dan semakin Anda
mendekat ke inti api itu, semakin panas terasa. Salah satu
kiasan yang paling disukai oleh Plotinus adalah perbandingan
antara Yang Esa dengan titik pusat sebuah lingkaran, yang
mengandung kemungkinan munculnya seluruh lingkaran lain
yang berasal darinya. Ini mirip pula dengan efek gelombang
yang ditimbulkan oleh jatuhnya sebuah batu ke dalam kolam.
Berbeda dengan pemancaran yang dijelaskan dalam mitos
seperti Enuma Elish, di mana setiap pasangan dewa yang
berevolusi dari pasangan lain menjadi lebih sempurna dan
efektif, yang terdapat dalam skema Plotinus justru
kebalikannya. Sebagaimana dalam mitos-mitos Gnostik,
semakin jauh suatu wujud dari Yang Esa, semakin lemahlah
ia.
Plotinus memandang dua emanasi pertama yang memancar
dari Yang Esa sebagai sesuatu yang ilahiah, sebab keduanya
membuat kita mampu mengetahui dan terlibat dalam
kehidupan Tuhan. Bersama dengan Yang Esa, keduanya
membentuk sebuah Segi Tiga ilahiah yang dalam cara
tertentu mirip dengan Trinitas dalam Kristen. Pikiran (nous),
emanasi pertama, dalam skema Plotinus bersesuaian dengan
alam ide Plato: pikiran bisa membuat kesederhanaan Yang
Esa menjadi terpahami, tetapi pengetahuan di sini bersifat
~190~ (pustaka-indo)