Page 194 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 194

http://pustaka-indo.blogspot.com
             Kerajaan  Langit,  dan  Origen  menelan  firman  itu  mentah-
             mentah.  Pengebirian  adalah  perilaku  yang  umum  di  akhir
             zaman  kuno;  Origen  tidak  langsung  menyerang  dirinya
             dengan  sebilah  pisau,  keputusannya  pun  tidak  diilhami  oleh
             sejenis kebencian neurotik terhadap seksualitas sebagaimana
             yang telah menjadi karakter sebagian teolog Barat semacam
             Santo  Jerome  (342-420).  Sarjana  Inggris  Peter  Brown
             memperkirakan  bahwa  tindakan  itu  diambil  sebagai  upaya
             untuk    mendemonstrasikan      doktrinnya   mengenai
             ketidakpastian kondisi manusia, yang pasti akan ditinggalkan
             oleh  jiwa.  Rupanya  faktor-faktor  yang  tak  dapat  diubah
             seperti  gender  akan  ditinggalkan  dalam  proses  panjang
             penyucian diri, karena di sisi Tuhan tak akan ada lelaki atau
             perempuan.  Pada  zaman  ketika  filosof  ditandai  oleh
             jenggotnya yang panjang (simbol kebijaksanaan), pipi Origen
             yang  halus  dan  nada  suaranya  yang  tinggi  merupakan
             pemandangan yang mengherankan.

             Plotinus  (205-270)  telah  belajar  di  Aleksandria  di  bawah
             bimbingan  guru  senior  Origen,  Ammonius  Saccus,  dan
             kemudian bergabung dengan tentara Romawi. Dia berharap
             akan dikirim ke India, tempat yang sangat ingin dipelajarinya.
             Sayangnya  ekspedisi  itu  gagal  dan  Plotinus  pindah  ke
             Antiokia. Belakangan dia mendirikan sebuah sekolah filsafat
             yang  prestisius  di  Roma.  Kita  tidak  begitu  mengenalnya
             karena dia adalah seorang laki-laki yang sangat pendiam dan
             tidak  pernah  bercerita  tentang  dirinya  sendiri,  bahkan  juga
             tidak pernah merayakan hari ulang tahunnya sendiri. Seperti
             Celsus,  Plotinus  memandang  Kristen  sebagai  sebuah  kredo
             yang  sama  sekali  tidak  bisa  diterima,  namun  demikian  dia
             berpengaruh  terhadap  generasi-generasi  monoteis  masa
             depan  dalam  ketiga  agama  Allah.  Oleh  karena  itulah,
             dirasakan  penting  untuk  mengetengahkan  uraian  terperinci
             mengenai    pandangannya    tentang   Tuhan.   Plotinus




                            ~187~ (pustaka-indo)
   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199