Page 189 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 189
http://pustaka-indo.blogspot.com
teologinya. Sebagaimana Tuhan Plato dan Aristoteles, Tuhan
Clement dicirikan oleh apatheia-nya: dia sama sekali kebal,
tidak mampu menderita atau berubah. Orang Kristen dapat
berpartisipasi diri dalam kehidupan yang suci ini dengan cara
meniru ketenangan dan kesentosaan Tuhan sendiri. Clement
menyusun aturan kehidupan yang sangat mirip dengan aturan
perilaku terperinci yang disusun oleh para rabi, terkecuali
bahwa ia lebih banyak memiliki kesamaan dengan cita-cita
kaum Stoa. Seorang Kristen wajib meniru ketenangan Tuhan
di dalam setiap bagian terkecil kehidupannya: dia mesti duduk
dengan benar, berbicara perlahan, menahan diri dari
kekerasan dan tertawa terbahak-bahak, bahkan harus
bersendawa dengan halus. Melalui latihan ketenangan ini,
seorang Kristen akan menjadi sadar akan Ketenangan luas di
dalam diri, yang merupakan citra Tuhan yang terpahat dalam
wujud mereka sendiri. Tak ada jurang pemisah antara Tuhan
dan manusia. Begitu orang Kristen berhasil menyesuaikan
diri dengan cita-cita ilahi, niscaya mereka akan menemukan
bahwa mereka memiliki seorang Sahabat Ilahi “yang tinggal
bersama di rumah kita, duduk bersama, dan ikut dalam
seluruh upaya moral hidup kita”. 41
Namun, Clement juga percaya bahwa Yesus adalah Tuhan,
42
“Tuhan Mahahidup yang menderita dan disembah”. Dialah
yang telah “mencuci kaki mereka, membungkus dengan
handuk”, dialah “Tuhan yang tidak sombong dan Penguasa
43
Semesta”. Jika orang Kristen meneladani Kristus, mereka
juga akan menjadi seperti tuhan: suci, tak bisa rusak, dan tak
berubah. Sesungguhnya, Kristus adalah logos suci yang
telah menjadi manusia “agar kalian bisa belajar dari seorang
44
manusia bagaimana cara menjadi Tuhan”. Di Barat,
Irenaeus, Uskup lyons (130-200), telah mengajarkan doktrin
yang serupa. Yesus adalah inkarnasi logos, akal ilahi. Ketika
~182~ (pustaka-indo)