Page 184 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 184

http://pustaka-indo.blogspot.com
             bisa  dikatakan  “ada”.  Basilides  mengajarkan  bahwa  pada
             mulanya tidak ada Tuhan, tetapi hanya ada Tuhan Tertinggi,
             yang,  dapat  dikatakan  secara  ketat,  adalah  Tiada  karena  ia
             tidak bereksistensi dalam pengertian apa pun yang bisa kita
             pahami. 34

             Akan tetapi, Ketiadaan ini ingin membuat dirinya dikenali dan
             tidak  puas  untuk  tetap  sendirian  dalam  Kedalaman  dan
             Keheningan. Terjadilah revolusi batin di kedalaman wujudnya
             yang  tak  terperi,  menghasilkan  serangkaian  pancaran  yang
             serupa  dengan  apa  yang  diuraikan  dalam  mitologi  pagan
             kuno. Yang pertama dari pancaran itu adalah “Tuhan”, yang
             kita kenal dan menjadi tujuan doa kita. Walaupun demikian,
             “Tuhan”  ini  pun  tak  dapat  kita  jangkau  dan  memerlukan
             penjelasan  lebih  lanjut.  Akibatnya,  pancaran-pancaran  baru
             muncul  dari  Tuhan  secara  berpasangan,  masing-masing
             mengekspresikan satu dari sifat-sifat ketuhanannya. “Tuhan”
             melampaui gender tetapi, seperti dalam Enuma Elish, setiap
             pasangan  itu  terdiri  dari  lelaki  dan  perempuan—sebuah
             skema  yang  berusaha  menetralkan  nada  maskulin  dalam
             monoteisme  yang  lebih  konvensional.  Setiap  pasangan  hasil
             emanasi semakin lama semakin melemah dan menipis karena
             letaknya  semakin  jauh  dari  Sumber  ilahi  mereka.  Akhirnya,
             ketika tiga puluh macam pancaran (atau aeon) itu telah lahir,
             proses pun berhenti dan alam suci, Pleroma, telah sempurna.
             Kaum Gnostik tidak mengajukan suatu kosmologi yang betul-
             betul luar biasa, karena semua orang percaya bahwa kosmos
             memang  dipenuhi  oleh  aeonaeon,  kekuatan  jahat  dan
             kekuatan  spiritual  seperti  itu.  Paulus  telah  menyebutnya
             Takhta,  Dominasi,  Kedaulatan,  dan  Kekuatan,  sementara
             para filosof percaya bahwa kekuatan gaib ini adalah dewa-
             dewa  kuno  dan  menjadikan  mereka  perantara  antara
             manusia dengan Yang Esa.





                            ~177~ (pustaka-indo)
   179   180   181   182   183   184   185   186   187   188   189