Page 181 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 181
http://pustaka-indo.blogspot.com
pengertian Romawi dan bukan pula sebuah filsafat. Terlebih
lagi, orang Kristen akan mengalami kesulitan untuk
menyebutkan “kepercayaan-kepercayaan” mereka dan
mungkin belum menyadari sistem pemikiran berbeda yang
tengah berevolusi saat itu. Dalam hal ini, mereka mirip
dengan tetangga-tetangga pagan mereka. Agama mereka
tidak mempunyai “teologi” yang koheren, tetapi secara lebih
tepat dapat dijelaskan sebagai sebuah sikap berkomitmen
yang dibangun dengan sungguh-sungguh. Ketika mereka
mengucapkan “kredo” mereka, mereka tidak
memaksudkannya sebagai seperangkat proposisi. Kata
credere misalnya, kelihatannya diturunkan dari cor dare:
memberi hati. Ketika mereka mengucapkan “credo!” (atau
pisteno dalam bahasa Yunani), ini lebih mengimplikasikan
posisi emosional daripada intelektual. Demikianlah, Theodore,
Uskup Mopsuestia di Sisilia dari tahun 392 hingga 428,
menjelaskan kepada para pengikutnya:
Ketika Anda berkata, “Aku mengikat diriku
sendiri”(pisteno) di hadapan Tuhan, Anda
menunjukkan bahwa dengan tabah Anda akan
tetap bersamanya, bahwa Anda tidak akan
memisahkan diri darinya dan bahwa Anda akan
memandangnya lebih tinggi daripada segala
sesuatu yang ada dan akan hidup bersamanya
serta berperilaku dalam cara yang sesuai
dengan perintahnya. 32
Orang Kristen generasi selanjutnya tidak perlu memberi
penjelasan yang lebih teoretis tentang iman mereka dan akan
mengembangkan kecintaan pada perdebatan teologi yang
unik dalam sejarah agama dunia. Telah kita saksikan,
misalnya, bahwa tidak ada ortodoksi resmi dalam Yudaisme,
dan ide-ide tentang Tuhan pada dasarnya merupakan
persoalan pribadi. Orang Kristen awal juga mengambil sikap
yang sama.
~174~ (pustaka-indo)