Page 190 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 190

http://pustaka-indo.blogspot.com
             menjadi  manusia,  dia  telah  menyucikan  setiap  derajat
             perkembangan  manusia  dan  menjadi  model  bagi  orang
             Kristen. Mereka harus meniru dia dengan cara yang kurang
             lebih  sama  seperti  seorang  aktor  diyakini  menjadi  satu
             dengan  karakter  yang  dia  perankan,  dan  dengan  demikian,
                                                 45
             memenuhi potensi kemanusiaan mereka.  Clement maupun
             Irenaeus  mengadaptasi  Tuhan  Yahudi  ke  dalam  gagasan
             yang  khas  bagi  zaman  dan  budaya  mereka.  Meskipun
             konsepsi  itu  tak  banyak  kesamaannya  dengan  Tuhan  para
             nabi,  yang  terutama  dicirikan  oleh  rasa  iba  dan
             kepeduliannya,  doktrin  aphatheia  Clement  akan  menjadi
             fundamental bagi konsepsi Kristen tentang Tuhan. Di dalam
             dunia  Yunani,  orang-orang  rindu  untuk  bangkit  dari
             kekacauan  emosi  dan  perubahan,  rindu  untuk  meraih
             keheningan  supramanusiawi.  Cita-cita  ini  tetap  ada,  meski
             dengan segala paradoks yang melekat dalam dirinya.

             Teologi  Clement  menyisakan  beberapa  pertanyaan  krusial
             yang  tak  terjawab.  Bagaimana  mungkin  seorang  manusia
             biasa  bisa  menjadi  logos  atau  akal  ilahi?  Apa  sebenarnya
             makna  ucapan  bahwa  Yesus  itu  suci?  Apakah  logos  sama
             dengan  “Anak  Tuhan”,  dan  apa  makna  gelar  Yahudi  ini  di
             dunia  Helenik?  Bagaimana  mungkin  Tuhan  yang  kebal  bisa
             menderita  di  dalam  Yesus?  Bagaimana  mungkin  orang
             Kristen  bisa  percaya  bahwa  Yesus  adalah  wujud  ilahi
             sementara,  pada  saat  yang  sama,  mereka  menyatakan
             bahwa hanya ada satu Tuhan? Orang Kristen jadi semakin
             sadar  akan  persoalan  ini  selama  abad  ketiga.  Pada  tahun-
             tahun  pertama  abad  itu  di  Roma,  seorang  Sabellius,  figur
             yang  agak  samar-samar,  mengatakan  bahwa  istilah-istilah
             biblikal,  seperti  “Bapa”,  “Anak”,  dan  “Ruh”  dapat
             dibandingkan  dengan  topeng  (personae)  yang  dipakai  oleh
             aktor-aktor  untuk  memainkan  suatu  peran  dramatik  dan
             untuk  membuat  suara  mereka  dapat  didengar  oleh  hadirin.



                            ~183~ (pustaka-indo)
   185   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195