Page 242 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 242
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kristen Timur pada sifat kesementaraan doktrin-doktrin
mereka. Akhirnya, orang Yunani memutuskan bahwa sebuah
teologi autentik harus memenuhi dua kriteria Denys: mesti
hening dan paradoks.
Orang Yunani dan latin secara signifikan juga
mengembangkan pandangan yang berbeda tentang keilahian
Kristus. Konsep Yunani tentang inkarnasi dirumuskan oleh
Maximus the Confessor (kl. 580-662) yang dikenal sebagai
Bapak Teologi Byzantium. Teologi ini kira-kira lebih dekat
kepada cita-cita kaum Buddha dibandingkan kepada
pandangan Barat. Maximus percaya bahwa manusia hanya
dapat mencapai kesejatian diri jika mereka dapat bersatu
dengan Tuhan, persis seperti yang diyakini oleh orang
Buddha bahwa pencerahan merupakan tujuan kemanusiaan
yang sejati. “Tuhan” dengan demikian bukanlah sebuah
pilihan ekstra, sebuah realitas asing di luar diri yang
ditambahkan pada kondisi kemanusiaan. Manusia
mempunyai potensi untuk mencapai keilahian dan menjadi
manusia yang utuh hanya jika hal ini tercapai. Logos menjadi
manusia bukan demi memperbaiki dosa Adam; bahkan
Inkarnasi akan tetap terjadi seandainya pun Adam tidak
membuat dosa. Manusia diciptakan dalam kemiripan dengan
logos dan akan mencapai potensi mereka yang sepenuhnya
hanya jika kemiripan ini telah disempurnakan.
Di gunung Tabor, kegemilangan kemanusiaan Yesus
memperlihatkan kepada kita kondisi manusia yang menuhan,
kondisi yang dapat diraih oleh kita semua. Firman telah
dijadikan daging agar “seluruh manusia akan menjadi Tuhan,
dituhankan melalui berkat Allah—manusia utuh, jiwa dan
raga, secara alamiah dan Tuhan utuh, jiwa dan raga, karena
57
berkat”. Seperti halnya pencerahan dan ke-Buddha-an
tidak melibatkan campur tangan sebuah realitas adi-alami,
~235~ (pustaka-indo)