Page 238 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 238
http://pustaka-indo.blogspot.com
berada di atas segala nama sebagaimana halnya dia berada
52
di atas segala wujud. Sungguhpun demikian, kita dapat
menggunakan ketidakmampuan kita untuk berbicara tentang
Tuhan sebagai metode untuk mencapai kemanunggalan
dengannya, yang tidak kurang dari “deifikasi” (theosis)
hakikat kita sendiri. Tuhan telah mewahyukan sebagian dari
Namanya kepada kita di dalam kitab suci, seperti “Bapa”,
“Putra”, dan “Roh”, namun tujuan dari hal ini bukanlah untuk
menanamkan informasi tentang dia, melainkan untuk
mengantarkan manusia kepadanya dan membuat mereka
mampu untuk ikut memiliki sifatnya yang suci.
Pada setiap bab dalam risalahnya, The Divine Names,
Denys mengawali dengan sebuah kebenaran kerygmatik
yang diwahyukan oleh Tuhan: kebaikannya,
kebijaksanaannya, perlindungannya, dan sebagainya. Denys
kemudian melanjutkan dengan memperlihatkan bahwa
meskipun Tuhan telah mewahyukan sesuatu tentang dirinya
dalam sifat-sifat semacam itu, apa yang diwahyukan itu
bukanlah dirinya sendiri. Jika kita benar-benar ingin
memahami Tuhan, kita harus menyangkal sifat-sifat dan
nama-nama itu. Jadi, kita mesti mengatakan bahwa dia
adalah “Tuhan” dan “bukan-Tuhan” sekaligus, “baik”
kemudian segera mengatakan bahwa dia “bukan-baik”.
Kejutan paradoks ini, sebuah proses yang mencakup
pengetahuan maupun ketidaktahuan, akan mengangkat kita
dari dunia ide-ide yang fana menuju realitas yang tak dapat
diungkapkan itu sendiri. Dengan demikian, kita memulai
dengan mengatakan bahwa:
ada pemahaman, nalar, pengetahuan, sentuhan,
persepsi, imajinasi, nama, dan banyak hal
lainnya mengenai dia. Akan tetapi, dia tidak
bisa dipahami dan tak ada yang dapat
diucapkan mengenai dirinya, dia tidak bisa
~231~ (pustaka-indo)