Page 451 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 451
http://pustaka-indo.blogspot.com
membayangkan pendakian menuju sesuatu yang berada di
luar dunia yang kita kenal ini.
Jika Al-Hallaj mengejutkan para ulama dengan seruannya
“ana Al-Haqq,” Eckhart mengejutkan uskup-uskup Jerman
dengan doktrin mistikalnya: apa arti pernyataan bahwa
seorang manusia biasa dapat mencapai kesamaan dengan
Tuhan? Selama abad keempat belas, para teolog Yunani
memperdebatkan persoalan ini mati-matian. Karena Tuhan
tidak bisa dijangkau, bagaimana dia bisa mengomunikasikan
dirinya kepada manusia? Jika terdapat perbedaan antara
esensi Tuhan dan “aktivitas” atau “energi”nya, seperti yang
diajarkan oleh para Bapa gereja, tentu merupakan
penghujatan untuk membandingkan “Tuhan” yang ditemui
oleh orang Kristen dalam doa dengan Tuhan itu sendiri?
Gregory Palamas, Uskup Besar Saloniki, mengajarkan
bahwa, meski tampaknya paradoks, setiap orang Kristen
dapat memperoleh pengetahuan langsung tentang Tuhan itu
sendiri. Benar, esensi Tuhan memang selalu berada di luar
pemahaman kita, tetapi “energi”nya tidak berbeda dari Tuhan
dan tidak boleh dipahami sebagai sisa-sisa cahaya Tuhan
semata. Seorang mistikus Yahudi pasti akan setuju: Tuhan En
Sof akan tetap diselimuti kegelapan yang tak tertembus,
namun sefiroth-nya (yang bersesuaian dengan konsepsi
orang Yunani tentang “energi”) dengan sendirinya suci,
bertiup secara abadi dari inti Tuhan Tertinggi. Terkadang
manusia dapat melihat atau mengalami “energi-energi” ini
secara langsung, seperti yang dikatakan di dalam Alkitab
bahwa “kemuliaan” Tuhan telah tiba. Tak seorang pun
pernah melihat esensi Tuhan, tetapi itu tidak berarti bahwa
sebuah pengalaman langsung tentang Tuhan adalah mustahil.
Kenyataan bahwa penegasan ini bersifat paradoks tidaklah
memusingkan Palamas sama sekali. Telah sejak lama
disepakati oleh orang Yunani bahwa setiap pernyataan
~444~ (pustaka-indo)