Page 453 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 453
http://pustaka-indo.blogspot.com
Nicephoras Gregoras, dan Thomist Prochoros Cydone, tak
mengenal teologi apofatik Byzantium yang menekankan
keheningan, paradoks, dan misteri. Mereka lebih menyukai
teologi Eropa Barat yang lebih positif, yang mendefinisikan
Tuhan sebagai Wujud, bukannya Tiada. Bertentangan dengan
ketuhanan misterius dari Denys, Symeon, dan Palamas,
mereka merancang konsepsi Tuhan yang mungkin untuk
dinyatakan.
Orang Yunani senantiasa tak percaya pada kecenderungan
seperti ini dalam pemikiran Barat dan, dalam menghadapi
rasukan ide-ide latin yang rasionalistik ini, Palamas
menegaskan kembali teologi paradoks Ortodoksi Timur.
Tuhan tidak boleh direduksi ke dalam sebuah konsep yang
dapat diekspresikan oleh perkataan manusia. Dia sependapat
dengan Barlaam bahwa Tuhan tidak bisa diketahui, namun
demikian berkeyakinan bahwa manusia dapat mengalami
kehadiran Tuhan. Cahaya yang telah mengubah kemanusiaan
Yesus di gunung Tabor, bukanlah esensi Tuhan, yang
memang tak pernah dilihat oleh manusia, tetapi dengan cara
yang misterius merupakan Tuhan itu sendiri. Liturgi yang,
menurut teologi Yunani, mengabadikan kesucian ajaran
ortodoks, menyatakan bahwa di gunung Tabor: “Kita telah
melihat Bapa sebagai cahaya dan Roh Kudus sebagai
cahaya.” Itulah wahyu tentang “kita yang dahulu dan kita
yang akan datang” ketika, seperti Kristus, kita dituhankan. 66
Apa yang kita “lihat” ketika berkontemplasi tentang Tuhan di
dalam kehidupan ini bukanlah wakil Tuhan, melainkan Tuhan
itu sendiri. Tentu saja, ini merupakan sebuah kontradiksi,
namun Tuhan Kristen memang sebuah paradoks: antimoni
dan keheningan mewakili satu-satunya sikap yang tepat di
hadapan misteri yang kita sebut “Tuhan”—bukan sebuah
hiruk-pikuk filosofis yang mencoba menjernihkan segala
kesulitan.
~446~ (pustaka-indo)