Page 84 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 84

http://pustaka-indo.blogspot.com
             kaum  monoteis.  Bentuk-bentuk  suci  Plato  bukanlah  realitas
             yang  ada  “di  luar  sana”,  melainkan  bisa  dijumpai  di  dalam
             diri.  Dalam  dialog  dramatiknya,  Symposium,  Plato
             memperlihatkan  betapa  kecintaan  pada  tubuh  yang  cantik
             bisa  disucikan  dan  ditransformasikan  menjadi  kontemplasi
             ekstatik  (theoria)  tentang  Keindahan  ideal.  Dalam  naskah
             itu dia membuat Diotima, mentor Sokrates, berbicara bahwa
             Keindahan adalah unik, abadi, dan mutlak, tidak sama dengan
             apa pun yang pernah kita alami di dunia ini:

                   Keindahan  ini  pertama-tama  adalah  abadi;  ia
                   tidak pernah diwujudkan maupun dimatikan; tak
                   mengalami  pasang  surut;  kemudian  ia  bukan
                   indah  sebagian  dan  jelek  sebagian,  bukan
                   indah  pada  satu  saat  dan  jelek  pada  saat
                   lain, bukan indah dalam kaitannya dengan hal
                   ini dan jelek dengan hal itu, tidak beraneka
                   menurut  keragaman  pemerhatinya;  tidak  pula
                   keindahan ini akan tampil di dalam imajinasi
                   seperti  kecantikan  seraut  wajah  atau  tangan
                   atau  sesuatu  yang  bersifat  jasadiah,  atau
                   seperti  keindahan  sebuah  pemikiran  atau  ilmu
                   pengetahuan,  atau  seperti  keindahan  yang
                   bersemayam  di  dalam  sesuatu  di  luar  dirinya
                   sendiri,  apakah  itu  makhluk  hidup  atau  bumi
                   atau  langit  atau  apa  pun  lainnya;  dia  akan
                   melihatnya    sebagai    yang    absolut,    ada
                                                             34
                   sendirian di dalam dirinya, unik, abadi.
             Pendek  kata,  gagasannya  tentang  Keindahan  memiliki
             banyak kesamaan dengan apa yang oleh kaum teistik disebut
             “Tuhan”.  Meski  sedemikian  transenden,  ide-ide  seperti  ini
             dapat  dijumpai  dalam  pikiran  manusia.  Dalam  era  modern,
             kita  memandang  berpikir  sebagai  sebuah  aktivitas,  sebagai
             sesuatu yang kita kerjakan. Plato menganggapnya sebagai
             sesuatu  yang  terjadi  pada  akal:  objek-objek  pikiran
             merupakan  realitas  yang  aktif  di  dalam  akal  manusia  yang




                            ~77~ (pustaka-indo)
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89