Page 88 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 88
http://pustaka-indo.blogspot.com
cara menyucikan akalnya. Kebijaksanaan (sophia)
merupakan yang tertinggi dari semua kebajikan manusia; itu
diekspresikan dalam kontemplasi (theoria) tentang
kebenaran filosofis yang, seperti dalam konsepsi Plato,
membuat kita suci dengan cara meniru aktivitas Tuhan
sendiri. Theoria tidak diraih melalui logika semata, tetapi
merupakan intuisi terlatih yang menghasilkan transendensi
diri yang ekstatik. Akan tetapi, sedikit sekali orang yang
mampu mencapai kebijaksanaan ini dan kebanyakan hanya
dapat mencapai phronesis, melatih firasat dan kecerdasan
dalam hidup seharihari.
Meski dalam sistemnya posisi Penggerak yang Tidak
Digerakkan sangatlah penting, Tuhan Aristoteles tidak
banyak terkait dengan agama. Tuhan ini tidak menciptakan
dunia, karena tindakan itu akan mengakibatkan perubahan
dan aktivitas temporal yang tidak sepantasnya. Meskipun
segala sesuatu merindukannya, Tuhan ini tetap tidak peduli
pada eksistensi alam semesta, karena dia tidak dapat
berkontemplasi tentang sesuatu yang lebih rendah daripada
dirinya. Dia jelas tidak mengarahkan atau membimbing dunia
dan tidak dapat membawa perubahan dalam kehidupan kita,
dengan cara apa pun. Adalah pertanyaan yang tak terjawab,
apakah Tuhan mengetahui keberadaan kosmos ini, yang telah
beremanasi darinya sebagai akibat niscaya dari
keberadaannya. Pertanyaan tentang keberadaan Tuhan yang
seperti itu secara keseluruhan bersifat periferal. Aristoteles
sendiri mungkin telah meninggalkan teologinya di akhir masa
hidupnya. Sebagai manusia Zaman Kapak, dia dan Plato
sama-sama menaruh perhatian terhadap kesadaran
individual, kehidupan yang baik, dan masalah keadilan di
masyarakat. Namun, pemikiran mereka bersifat elitis. Dunia
bentuk-bentuk murni Plato atau Tuhan Aristoteles yang jauh,
hanya dapat menimbulkan sedikit pengaruh bagi kehidupan
~81~ (pustaka-indo)