Page 92 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 92
http://pustaka-indo.blogspot.com
menyejukkan dan fascinans karena, anehnya, ia menyimpan
pesona yang tak tertahankan. Tak ada yang rasional di dalam
pengalaman luar biasa ini, yang oleh Otto diperbandingkan
dengan musik atau erotika: emosi yang ditimbulkannya tidak
bisa secara memadai diungkapkan dalam kata-kata maupun
konsep. Sesungguhnya, perasaan tentang sesuatu yang
Sepenuhnya Berbeda ini bahkan tidak dapat dikatakan “ada”
karena ia tidak memiliki tempat di dalam skema realitas kita
2
yang normal. Konsep baru tentang Yahweh pada Zaman
Kapak memang masih sebagai “dewa para tentara”
(sabaoth), tetapi tidak lagi semata-mata menjadi dewa
perang. Tidak pula sebagai tuhan kesukuan, yang dengan
bergairah mencurahkan seluruh kasihnya kepada Israel:
kemuliaannya tidak lagi terbatas pada Tanah yang Dijanjikan,
tetapi telah melingkupi seluruh bumi.
Yesaya bukanlah Buddha yang mengalami pencerahan
pembawa ketenteraman dan kedamaian. Dia tidak menjadi
guru umat manusia yang disempurnakan. Sebaliknya, dia
justru dipenuhi oleh teror kematian, dan menjerit:
Celakalah aku! aku binasa!
Sebab aku ini seorang yang najis bibir,
dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang
najis bibir,
namun aku telah melihat Sang Raja, yakni
TUHAN semesta
3
alam [Yahweh Sabaoth].
Dicengkeram oleh kesucian transenden Yahweh, yang dia
ingat hanyalah ketaklayakan dan ketaksucian ritualnya
sendiri. Tidak seperti Buddha atau seorang Yogi, dia tidak
mempersiapkan dirinya untuk menyongsong pengalaman ini
melalui serangkaian latihan spiritual. Pengalaman itu terjadi
padanya secara tiba-tiba dan dia sepenuhnya terkesima oleh
~85~ (pustaka-indo)