Page 93 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 93
http://pustaka-indo.blogspot.com
pengaruhnya yang meluluhkan. Salah satu serafim terbang
ke arahnya dengan membawa bara pijar dan membersihkan
bibirnya sehingga dia bisa melafalkan firman Tuhan. Banyak
nabi yang tidak bersedia untuk berbicara atas nama Tuhan
atau tidak mampu melakukan hal itu. Ketika Tuhan berseru
kepada Musa, prototipe semua nabi, dari Semak Menyala
dan memerintahkannya untuk menjadi utusannya bagi Firaun
dan Bani Israel, Musa berkeberatan karena dia “berat mulut
4
dan berat lidah”. Tuhan membebaskannya dari satu tugas
itu dan mengizinkan saudaranya, Harun, untuk berbicara atas
nama Musa. Corak yang lumrah dalam kisah-kisah tentang
tugas kenabian ini menyimbolkan sulitnya melafalkan firman
Tuhan. Para nabi tidak berhasrat untuk menyiarkan pesan
Tuhan dan merasa enggan untuk menjalankan misi yang
berat dan melelahkan ini. Dengan demikian, transformasi
Tuhan Israel menjadi simbol kekuatan transenden takkan
berupa proses yang tenang dan menyejukkan, melainkan
sarat penderitaan dan perjuangan.
Orang Hindu takkan pernah menggambarkan Brahman
sebagai raja agung karena Tuhan mereka tidak bisa
dideskripsikan dalam terma-terma kemanusiaan semacam
itu. Kita harus berhati-hati untuk tidak menginterpretasikan
kisah tentang pengalaman Yesaya melihat Yahweh secara
sangat harfiah: itu pada hakikatnya merupakan upaya
mendeskripsikan “sesuatu” yang tak terdeskripsikan. Yesaya
secara instingtif bersandar kepada tradisi-tradisi mitologis
bangsanya untuk menghadirkan kepada pendengarnya
beberapa gagasan mengenai apa yang telah terjadi pada
dirinya. Mazmur acap mendeskripsikan Yahweh bertakhta di
kuilnya sebagai raja, seperti halnya Baal, Marduk, dan
5
Dagon, dewa-dewa bangsa tetangga mereka yang juga
bertakhta sebagai raja di kuil-kuil mereka yang serupa.
Namun, di bawah gambaran mitologis ini, suatu konsepsi
~86~ (pustaka-indo)