Page 98 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 98
http://pustaka-indo.blogspot.com
Nabi-nabi telah mendapatkan kewajiban untuk mengasihi
sesama, yang akan merupakan ciri khas semua agama besar
yang tumbuh di Zaman Kapak. Semua ideologi baru yang
berkembang di dunia berperadaban selama periode ini
menekankan bahwa tolok ukur autentisitas terletak pada
keberhasilan mengintegrasikan pengalaman keagamaan
dengan kehidupan sehari-hari. Sudah tak memadai lagi untuk
membatasi ibadah kepada Kuil dan alam mitos yang
ekstratemporal. Setelah beroleh pencerahan, seorang
manusia harus segera kembali ke kesibukan dunia dan
mempraktikkan kebaikan kepada semua makhluk.
Cita-cita sosial para nabi telah implisit dalam kultus terhadap
Yahweh sejak di Sinai: kisah Pembebasan telah menekankan
bahwa Tuhan berada di pihak yang lemah dan tertindas.
Perbedaannya adalah bahwa kini orang-orang Israel sendiri
yang berperan menjadi penindas. Pada masa visi kenabian
Yesaya, dua orang nabi lainnya telah juga menyebarkan
risalah yang sama di kerajaan utara yang tengah dilanda
kekacauan. Pertama adalah Amos, yang bukan aristokrat
seperti Yesaya melainkan hanya seorang peternak yang pada
mulanya tinggal di Tekoa, sebuah tempat di kerajaan selatan.
Sekitar tahun 752, Amos juga telah ditundukkan oleh sebuah
perintah yang tiba-tiba mengharuskannya pergi ke kerajaan
Israel di utara. Dia secara mendadak masuk ke kuil tua Betel
dan memorakporandakan upacara di sana dengan ramalan
tentang bencana. Amazia, pendeta Betel, mencoba
mengusirnya. Kita bisa mendengar bentakan penguasa
arogan yang mencaci peternak tak dikenal itu. Dia
menyangka Amos adalah salah seorang penubuat yang suka
berkeliling secara berkelompok untuk mencari nafkah dari
meramal nasib orang. “Pelihat, pergilah,” Amazia berkata
dengan nada menghina, “enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah
makananmu di sana! Tetapi, jangan lagi bernubuat di Betel
~91~ (pustaka-indo)