Page 91 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 91
http://pustaka-indo.blogspot.com
semerbak dupa menyebar di depan Bait Suci dan darah
binatang kurban membasahi tempat itu, Yesaya mungkin
mencemaskan bahwa agama Israel telah kehilangan
integritas dan makna batinnya.
Tiba-tiba dia merasa melihat Yahweh tengah menduduki
singgasananya di langit tepat di atas Kuil, yang merupakan
replika istana langitnya di bumi. Ujung jubah Yahweh
memenuhi tempat suci itu dan dia dikawal dua serafim yang
menutupi wajah dengan sayap-sayap mereka. Mereka
berteriak satu sama lain: “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN
semesta alam [Yahweh Sabaoth]. Seluruh bumi penuh
1
kemuliaannya!” Ketika suara keduanya menggema, seluruh
Kuil bergetar dan dipenuhi asap tebal, mengelilingi Yahweh
dengan kabut tak tertembus, mirip awan dan asap yang
menyembunyikannya dari pandangan Musa di gunung Sinai.
Ketika kita menggunakan kata “kudus” pada masa sekarang,
biasanya kita merujukkan artinya kepada suatu keadaan
keunggulan moral. Namun, kata bahasa Ibrani kaddosh
tidak ada kaitannya dengan moralitas semacam itu melainkan
berarti “keberbedaan”, sebuah keterpisahan radikal.
Kemunculan Yahweh yang tiba-tiba di gunung Sinai telah
membentuk jurang pemisah yang sekonyong-konyong
membentang antara manusia dan alam suci. Kini serafim itu
berseru, “Yahweh itu berbeda! Berbeda! Berbeda!” Yesaya
telah mengalami perasaan numinous yang pada waktu
tertentu menghinggapi manusia dan memenuhi mereka
dengan kekaguman serta kegentaran.
Dalam karya klasiknya, The Idea of the Holy, Rudolf Otto
melukiskan pengalaman tentang realitas transenden yang
mencekam ini sebagai mysterium terribile et fascinans.
Pengalaman itu terribile karena biasanya muncul sebagai
kejutan dahsyat yang memutuskan kita dari kenormalan yang
~84~ (pustaka-indo)