Page 81 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 81

http://pustaka-indo.blogspot.com
                                      33
                   dan yang tersusun.
             Para  rahibnya  tidak  boleh  berspekulasi  tentang  hakikat
             nirvana.  Yang  dapat  dilakukan  Buddha  hanyalah
             menyediakan  bagi  mereka  rakit  yang  akan  membawa
             mereka  menyeberang  ke  “pantai  yang  lebih  jauh”.  Ketika
             ditanya  apakah  seorang  Buddha  yang  telah  mencapai
             nirvana  tetap  hidup  setelah  mati,  dia  mengabaikan
             pertanyaan  ini  karena  menganggapnya  “tidak  layak”. Sama
             tidak  layaknya  seperti  menanyakan  ke  mana  perginya  api
             setelah  ia  “padam”.  Sama  kelirunya  mengatakan  bahwa
             seorang Buddha yang hidup dalam nirvana berarti tidak ada:
             kata “ada” tidak berhubungan dengan keadaan apa pun yang
             bisa  kita  pahami.  Kita  akan  menemukan  bahwa  selama
             berabad-abad,  orang  Yahudi,  Kristen,  dan  Muslim  telah
             memberikan  jawaban  yang  sama  terhadap  pertanyaan
             tentang   “keberadaan”    Tuhan.   Buddha     berusaha
             memperlihatkan  bahwa  bahasa  tidak  mampu  membahas
             realitas yang berada di luar jangkauan konsep dan akal. Lagi-
             lagi,  dia  tidak  menolak  akal  tetapi  menekankan  arti  penting
             pemikiran yang jernih serta akurat dan penggunaan bahasa.
             Namun  akhirnya,  dia  berpendapat  bahwa  teologi  atau
             kepercayaan  seseorang,  seperti  ritual  yang  dijalaninya,
             tidaklah penting. Hal-hal seperti itu memang menarik, tetapi
             tidak  punya  arti  final.  Satusatunya  yang  berharga  adalah
             hidup  dengan  cara  yang  baik;  jika  ini  diupayakan,  penganut
             Buddha  akan  menemukan  bahwa  Dharma  itu  benar,
             meskipun  mereka  tidak  bisa  menyampaikannya  dalam
             ungkapan yang logis.

             Di sisi lain, orang-orang Yunani amat tertarik kepada logika
             dan  nalar.  Plato  (kl.  428-348  SM)  selalu  menyibukkan  diri
             mengkaji  persoalan-persoalan  epistemologi  dan  hakikat
             kebijaksanaan.  Banyak  karya  awalnya  ditujukan  sebagai
             upaya  membela  Sokrates,  yang  mendesak  orang  untuk


                            ~74~ (pustaka-indo)
   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86