Page 77 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 77
http://pustaka-indo.blogspot.com
berembus, dan para dewa dari berbagai tingkatan langit
bersukaria.
Kembali, seperti dalam visi pagan, para dewa, alam, dan
manusia bersatu dalam simpati. Ada harapan baru untuk
membebaskan diri dari penderitaan dan mendapatkan
nirvana, akhir semua nestapa. gautama telah menjadi
Buddha, Yang Tercerahkan. Pada mulanya, setan Mara
menggodanya untuk tetap berada di tempat itu dan
menikmati anugerah yang baru didapatkannya: tak ada
gunanya upaya menyebarkan berita itu karena tak seorang
pun akan mempercayainya. Namun, dua dewa dari kuil
tradisional—Maha Brahma dan Sakra, Tuan para devas—
datang menemui Buddha dan memintanya untuk menjelaskan
metodenya kepada dunia. Buddha setuju dan selama empat
puluh tahun ke depan, dia mengembara ke pelosok India
untuk menyampaikan pesannya: dalam dunia yang penuh
derita ini, hanya satu yang tidak berubah. Itulah Dharma,
cara hidup yang benar, satu-satunya yang bisa membebaskan
kita dari penderitaan.
Ini tak ada hubungannya dengan Tuhan. Secara implisit,
Buddha mempercayai eksistensi dewa-dewa sebab mereka
merupakan bagian dari latar kulturalnya, namun dia tidak
percaya bahwa mereka bermanfaat banyak bagi manusia.
Mereka pun terikat dalam realitas penderitaan dan
perubahan; mereka tidak membantunya meraih pencerahan;
mereka terlibat dalam siklus kelahiran kembali sebagaimana
makhluk lain, dan akhirnya mereka juga akan sirna. Akan
tetapi, pada saat yang krusial dalam kehidupannya—seperti
ketika dia memutuskan untuk menyebarkan pesannya—dia
membayangkan para dewa mempengaruhinya dan
memainkan peran aktif. Oleh karena itu, Buddha tidak
menyangkal dewa-dewa, tetapi percaya bahwa Realitas
~70~ (pustaka-indo)